Pengunjung Website
Hari Ini: 4,066
Minggu Ini: 107,334
Bulan Ini: 107,334
|
Jumlah Pengunjung: 14,965,861

LANUD ADI SUTJIPTO

Marsekal Pertama  TNI Setiawan, S.E.

Komandan Lanud Adisutjipto

Marsma TNI Setiawan, S.E., lahir di Ambon pada tanggal 2 September 1973. Diterima menjadi calon prajurit Taruna dan dilantik menjadi letnan dua pada tahun 1995. Selanjutnya mengikuti pendidikan sekolah penerbang dan diwisuda (Wing Day) sebagai penerbang pada tahun 1997. Mengikuti pendidikan Sekkau pada tahun 2004, Seskoau tahun 2009, Sesko TNI tahun 2018, dan PPSA Lemhannas tahun 2023, kemudian dilantik menjadi Komandan Lanud Adisutjipto pada tanggal 3 Mei 2024.

Pangkalan TNI AU Adisutjipto, disingkat Lanud Adisutjipto adalah pelaksana pendidikan TNI AU yang berkedudukan langsung di bawah Komandan Komando Pendidikan TNI AU (Dankodikau).

Disamping sebagai Pelaksana Pendidikan TNI AU, Lanud Adisutjipto juga bertugas menyelenggarakan operasi udara dan pembinaan potensi kedirgantaraan.

Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut di atas Lanud Adisutjipto menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

  1. Menyelenggarakan pendidikan penerbangan.
  2. Menyelenggarakan kegiatan intel udara, operasi udara, pengamanan keamanan dan pertahanan pangkalan serta pembinaan sumber daya.
  3. Menyelenggarakan pembinaan kemampuan melaksanakan tugastugas operasi udara dan pembinaan potensi kedirgantaraan.
  4. Menyelenggarakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program pendidikan dan fungsi pangkalan udara.

VISI

  • Mewujudkan sumber daya manusia penerbang dan navigator yang professional, berjiwa sapta marga guna mengawaki organisasi dan alutsista TNI AU.


MISI

  • Melaksanakan pendidikan di lingkungan TNI AU secara professional, efektif, efisien dan modern.
  • Mewujudkan hasil didik Perwira Penerbang / Navigator dan Instruktur Penerbang / Navigator yang berkualitas.
  • Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan serta kualitas hasil didik serta memelihara dan mempertahankan komponen pendidikan.

PRAYATNA KERTA GEGANA

Seloka Prayatna Kerta Gegana        mengandung makna bahwa Pangkalan TNI AU Adisutjipto sebagai ujung tombak TNI Angkatan Udara senantiasa waspada dalam mengamankan, mengawal, dan menegakkan kedaulatan di udara/ dirgantara nasional.

Arti Gambar Awan, menggambarkan bahwa TNI Angkatan Udara menggunakan media udara/dirgantara sebagai ruang gerak dan juangnya. Mata Angin, menggambarkan        bahwa sebagai pengaman, pengawal, dan penegak kedaulatan Negara di udara/ dirgantra nasional, TNI Angkatan Udara siap untuk beroperasi ke segala penjuru yang tanpa dibatasi oleh ruang gerak dan waktu. Kilat, menggambarkan bahwa sesuai dengan sifat alutsistanya, TNI Angkatan Udara mampu menghadapi situasi apapun dengan cepat dan tanggap untuk melaksanakan operasi udara.

Tiga Buah Anak Panah, menggambarkan bahwa Pangkalan TNI AU Adisutjipto sebagai ujung tombak TNI Angkatan Udara selalu siap melaksanakan tugas pokoknya, baik dalam bidang pendidikan maupun operasi.

Arti Warna Biru Langit, melambangkan bahwa setiap Prajurit TNI Angkatan Udara setia kepada Negara dan TNI Angkatan Udara sesuai ciri khas TNI AU yang menggunakan media udara sebagai wahana dalam melaksanakan tugas. Merah, melambangkan keberanian dan profesionalitas dalam mengambil tindakan meski penuh resiko dalam melaksanakan tugas pendidikan dan operasional. Hijau Tua, melambangkan tanggung jawab yang tinggi dan professional dalam melaksanakan tugas pembinaan. Kuning Emas, melambangkan bahwa setiap Prajurit TNI Angkatan Udara mempunyai sikap dan  kepribadian luhur, agung, dan berwibawa. Hitam, melambang bahwa Prajurit TNI Angkatan Udara memiliki kebulatan tekad dan sifat ksatria serta kerelaan berkorban dalam melaksanakan tugas.

BAB 1 PENDAHULUAN

Bila melihat keadaan alamnya Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto terletak di dataran rendah yang dilindungi gunung-gunung dan bukit-bukit yang terletak 9 km sebelah Timur Kota Yogyakarta.

Di sebelah tenggara nampak barisan bukit yang indah yang merupakan batas dataran tinggi Gunung Kidul dan sebelah utara tampak gunung Sumbing dan Merapi yang asapnya tak putus-putusnya mengepul ke angkasa bebas.

Di sebelah barat tampak puncak-puncak deretan bukit-bukit dan sebelah selatan barat daya terdapat Paitai Samudera Indonesia. Dengan melihat keadaan alam di sekitarnya tersebut, di samping baik sebagai kedudukan suatu Akademi, Lanud Adisutjipto merupakan daerah latihan penerbangan yang ideal. Sebagian areanya masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, sebagian lainnya masuk Kabupaten Bantul. Luasnya 550 hektar dengan batas-batas : • Sebelah Utara jalan raya   Yogyakarta-Solo • Sebelah barat jalan raya Janti • Sebelah Selatan Desa Banguntapan   dan Sendangtirto • Sebelah Timur Desa Kalitirto.

Di ujung timur Run Way (R/W) terdapat jalan raya menuju Komplek Akademi TNI AU (AAU), dan di sebelah selatan R/W terdapat Lapangan Golf dan Skadron-Skadron Pendidikan. Medan sekitar Lanud Adisutjipto merupakan daerah yang relative terbuka. Lanud Adisutjipto juga membawahi satuan yang berada di luar area pangkalan yakni Lapangan terbang (Air Strip) Gading dan Satuan Radar (Satrad) Congot. Lapter Gading luasnya 23,3 hektar, dengan batas-batas sebelah selatan jalan raya Yogyakarta – Solo – Wonosari, sebelah utara perkampungan, sebelah timur ladang dan sebelah barat perkampungan. Sedangkan satrad Congot terletak di Kabupaten Kulon Progo dan menempati area seluas delapan hektar. Batas-batasnya, sebelah utara sungai, sebelah barat sungai dan perkampungan, sebelah timur perkampungan dan sebelah selatan Samudera Indonesia. Kawasan ini juga dipakai sebagai lapangan tembak bagi Lanud Adisutjipto.

Sekitar Lanud Adisutjipto merupakan daerah terbuka, baik berupa persawahan maupun lading serta adanya perkampungan yang mengelilingi pangkalan. Pengembangan tata kota (pemekaran kota) Yogyakarta menuju kea rah timur, sehingga di sekitar Lanud Adisutjipto muncul bangunan-bangunan baru yang berupa gedung-gedung bertingkat (hotel), namun demikian masih dalam batas-batas yang tidak membahayakan penyelenggaraan penerbangan. Pembuatan gedunggedung bertingkat yang ada di sekitar Lanud Adisutjipto harus mendapat rekomendasi dari Komandan Lanud Adisutjipto.

Aerodrome Adisutjiptosendiri berada pada koordinat 07.47 – 110.26E dengan elevasi 359 feet. Panjang R/W 2.220 meter, lebar 45 meter dengan permukaan berupa aspal. Parkir area untuk Bandara seluas 376 m x 75 m dengan konstruksi beton dan aspal mampu menampung delapan pesawat jenis B-737. Sedang untuk base Ops TNI AU seluas 100 m x 75 m mampu menampung empat pesawat (2 C-130 Hercules dan 2 F-27 Fokker).

Bila ditinjau faktor-faktor historisnya, Lanud Adisutjipto mempunyai arti yang strategis di dalam Sejarah Kemerdekaan serta pertumbuhan republic ini. Setidaktidaknya karena beberapa alasan berikut ini :

Pangkalan Udara Adisutjipto merupakan titik tolak lahirnya AURI. Di Yogyakarta dengan Pangkalan Udara Adisutjipto (dahulu Maguwo) lahirlah apa yang disebut Markas Tertinggi TKR Jawatan Penerbangan yang kelak menjadi TNI Angkatan Udara. Di Lanud Adisutjipto dilakukan penerbangan yang pertama-tama oleh Almarhum Laksamana Muda Adisutjipto dengan pesawat “Merah Putih” yang pertama dengan mempergunakan pesawat latih “Cureng” bekas peninggalan Tentara Jepang. LanudA disutjipto tempat didirikannya Sekolah Penerbang yang pertamatama oleh Laksamana Muda Udara A.Adisutjipto. Di Yogyakarta pada tanggal 9 April 1946 lahir Angkatan Udara Republik Indonesia. Untuk memperingati jasa Bapak Pendidikan Angkatan Udara Alm. Laksamana Muda Udara A.Adisutjipto yang gugur di Yogyakarta pada tanggal 29 Juli 1947, nama PAU Maguwo digantin menjadi Lanud Adisutjipto. Yogyakarta adalah kota pelajar dan mahasiswa. Ratusan perguruan tinggi berdiri di kota ini. Salah satunya adalah “Perguruan Tinggi Militer” yakni Akademi Angkatan Udara (AAU) yang asal usulnya juga berawal dari Lanud Adisutjipto. Kini ratusan ribu mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air bahkan dari mancanegara menempuh pendidikan di heroik ini.

“MAGUWO MEMBARA”

Untuk membuat suatu uraian tentang Sejarah Pangkalan Udara Utama Adisutjipto di Yogyakarta ini, maka kita tidak dapat melepaskan diri dari rangkaian sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia dalam menegakkan Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Demikian pula sangat erat hubungannya dengan sejarah perjuangan Angkatan Udara Republik Indonesia yang secara resmi berdiri sejajar denganAngkatanAngkatan lainnya pada tanggal 9 April 1046. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain : Yogyakarta pada saat itu menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang terkenal pula sebagai Ibu Kota Revolusi dan Perjuangan. Yogyakarta merupakan tempat lahir dan menjadi Pusat Pimpinan Angkatan Udara Republik Indonesia sejak masih merupakan Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rekyat Jawatan Penerbangan.

Maguwo 1945 – 1950 Kesadaran bangsa Indonesia terhadap pentingnya AU sudah tumbuh sejak Proklamasi Kemerdekaan. Hal ini ditandai dengan adanya gagasan dari mantan Mayor KNIL (Koninklijk Nederlands Indish Leger), Urip Sumoharjo  untuk membentuk suatu kekuatan udara yang disampaikan kepada kepada seorang mantan perwira Militaire Luchvaart, yang mempunyai pengalaman dalam Perang Dunia II, yaitu mantan Letnan R. Suryadi Suryadarma di Yogyakarta pada bulan September 1945.

Gagasan mantan Mayor KNIL, Urip Sumoharjo yang disampaikan pada mantan Letnan Militaire Luchvaaart Suryadi Suryadarma, pada dasarnya dapat diterima, karena ada beberapa pemuda Indonesia yang pada saat itu mempunyai kemampuan dan pengalaman di bidang keudaraan antara lain : Iswahyudi, Halim Perdanakusuma dan A. Adisutjipto.

Masalah kekuatan Angkatan Udara mulai dibicarakan dalam Konferensi Tentara Keamanan Rakyat, tanggal 12 November 1945 di Yogyakarta. Sebagai realisasinya pada tanggal 12 Desember 1945,

Markas Tertinggi Keamanan Rakyat (MT-TKR) mengeluarkan sebuah pengumuman yang ditandatangani oleh Kepala Staf Umum, Letnan Kolonel Urip Sumoharjo, yang menyatakan bahwa pada MT-TKR dibentuk bagian penerbangan yang dikepalai oleh Suryadi Suryadarma dan R. Sukarnen Martokusumo sebagai wakilnya.

Sejalan dengan peningkatan Tentara Keselamatan rakyat menjadi TRI / Tentara Republik Indonesia tanggal 25 Januari 1946, yaitu melalui perubahan Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, 7 Januari 1946 maka TKR Jawatan Penerbangan juga mengalami perubahan, karena makin besarnya kepercayaan Rakyat yang diberikan kepada Tentara Keselamatan Rakyat Jawatan Penerbangan.

Hal ini terbukti dengan keluarnya Penetapan Pemerintah No 6 / S.D tahun 1946 tanggal 9 April, tentang pembentukan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara yang kemudian dikenal dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Di dalamnya ditetapkan pula R. Suryadi Suryadarma menjadi kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia, dengan pangkat Komodor Udara (setara Mayor Jenderal) dan R Sukarnen Martokusumo menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Udara dengan pangkat Komodor Udara serta mengangkat Agustinus Adisutjipto menjadi Wakil Kepala Kedua Staf Angkatan Udara dengan pangkat Komodor Muda Udara (Kolonel).

Dengan  demikian, berdasarkan Penetapan Pemerintah tersebut tanggal 9 April 1946 merupakan saat bersejarah, yaitu sebagai tanggal peresmian peningkatan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara.

Perebutan Pangkalan Udara Maguwo Semangat untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia terjadi

di Yogyakarta dan sekitarnya. Yogyakarta juga merupakan salah satu tempat pemusatan kekuatan udara Jepang, di samping Lapangan Udara Andir di Bandung, Jawa Barat dan Lapangan Udara Bugis di Malang, Jawa Timur. Maka selain usaha untuk melucuti Tentara Jepang di Kotabaru, bagian kotaYogyakarta, pada tanggal 6 dan 7 Oktober 1945 terjadi penyerangan Pangkalan Udara Maguwo.

Pangkalan Udara Maguwo (kini Pangkalan TNI AU Adisutjipto) terletak di sebelah timur kota Yogyakarta (± 8 kilometer) dengan ketinggian ± 131 M dari permukaan laut. Pangkalan Udara ini dipergunakan oleh Militaire Luchvaart pada tahun 1942 dan dibangun sejak tahun 1940. Setelah kapitulasi Belanda kepada Jepang, maka Pangkalan Udara Maguwo ini dipergunakan sebagai basis militer oleh Bala Tentara Jepang di bawah Penerbangan Angkatan Laut (Kaigun Kokusho) yang berkedudukan di Surabaya. Mula-mula Komandan BKR Cabang Yogyakarta Timur Suroyo mendekati sasarannya lalu melemparkan sebuah granat kearah tower Pangkalan Udara Maguwo. Dengan ledakan granat tersebut sebagai isyarat awal penyerangan, maka serentak seluruh pasukan baik BKR Yogyakarta Timur maupun BKR Pusat, mulai menyerang pangkalan. Karena paniknya, tentara-tentara Jepang tidak dapat lagi mempertahankan diri dan melarikan diri ke arah selatan di Desa Padasan. Mereka bersembunyi di lubanglubang perlindungan yang telah mereka siapkan sebelumnya.

Di tengah-tengah pertempuran itu 3 buah pesawat udara sempat dilarikan, tetapi seorang pilotnya tertembak mati sewaktu akan naik memasuki kockpit pesawatnya. Akhirnya tentara Jepang menyerah kalah, sehingga seluruh Pangkalan Udara Maguwo termasuk kurang lebih 50 pesawat udara dapat dikuasai dan di bawah penguasaan bangsa Indonesia.

Penyerangan Pos PHB Jepang di Sambilegi

Sementara itu, sebagaimana halnya di daerah-daerah lain, di Yogyakarta segera dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang keanggotaannya terdiri dari para pembantu Tentara Jepang (Heiho).

Demikian pula di Yogyakarta bagian Timur, terbentuk BKR yang merupakan cabang dari BKR Yogyakarta. BKR cabang Yogyakarta Timur beranggotakan 80 orang, dibawah pimpinan Suroyo, yakni seorang bekas penembak udara (luchtschutter) di jaman Militaire Luchvaart Belanda.

Badan Keamanan Rakyat cabang Yogyakarta Timur segera melaksanakan konsolidasi kekuatan pasukan dan mulai merencanakan perebutan wilayah di sekitarnya. Pelucutan persenjataan Tentara Jepang dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan tersebut sehingga memiliki daya ukur terhadap lawan. Mengingat besarnya arti dan fungsi Perhubungan (Pemancar Radio) dalam kemiliteran, maka pada tanggal 2 Oktober 1945, sebuah Pos Perhubungan (PHB) milik Jepang yang terletak di Desa Sambilegi sebelah utara Pangkalan Maguwo, menjadi sasaran serangan utama BKR cabang Yogyakarta Timur tersebut.

Pimpinan penyerangan dipegang oleh Suroyo sendiri, dengan kekuatan 200 massa bersenjata beberapa pucuk stein, bamboo runcing dan senjata tajam lainnya. Dengan taktik pendadakan di siang hari sewaktu Tentara Jepang sedang beristirahat maka 25 orang Jepang berhasil ditawan dan dapat disita pula 17 pucuk senapan, 6 pucuk stein dan 2 pucuk pistol. Dengan hasil tersebut berarti BKR Cabang Yogyakarta Timur bertambah persenjataannya. Keadaan kota Yogyakarta sementara itu semakin genting, karena pihak Jepang tidak bersedia menyerahkan diri kepada para pejuang Republik Indonesia. Padahal persenjataan masih banyak yang berada di tangan Tentara Jepang.

Penyerahan Wewenang Maguwo

Untuk merawat dan memanfaatkan pesawat-pesawat udara yang telah kita miliki sebagai hasil rampasan tentara Jepang, maka diperlukan tenaga-tenaga yang telah memiliki pengalaman dan atau pendidikan di bidang kedirgantaraan. Dalam hal ini, Djarot Djojoprawiro sebagai anggota Dewan Pimpinan Penerbangan Angkatan Laut di Surabaya mendapat surat perintah dari Ketua Dewan Pimpinan yang ditandatangi pula oleh Menteri Pertahanan dengan tugas untuk mengurusi penyelenggaraan penerbangan di Pangkalan Udara Maguwo yang secara histories di bawah wewenang Penerbangan Angkatan laut yang berkedudukan di Surabaya. Untuk memikul tugas yang tidak ringan tersebut, maka Djarot mempersiapkan ± 30 tenaga yang berpengalaman di bidang penyelenggaraan penerbangan. Berhubung pada waktu itu Pangkalan Udara Maguwo ditempatkan ± 1 kompi TKR Batalyon X, maka guna melaksanakan surat perintah tersebut, Djarot menghubungi Komandan Divisi IV Yogyakarta Kolonel Sudarsono (terakhir Mayor Jenderal TNI Purnawirawan). Dalam konferensi Markas Tertinggi TKR tertanggal 13 November 1945 diantaranya diputuskan, bahwa segala sesuatunya yang berhubungan dengan tugas-tugas penerbangan langsung diurus dan diselenggarakan oleh Markas Besar Umum   Bagian Penerbangan. Berdasarkan keputusan tersebut, maka pada tanggal 17 Desember 1945 Komandan Divisi IX Yogyakarta menyerahkan wewenang dan penguasaan Pangkalan Udara Maguwo kepada MBO ( dalam hal ini Marskas Besar Tertinggi TKR Jawatan Penerbangan) beserta dengan pilot-pilotnya antara lain : A. Adisutjipto (Laksamana Muda Udara Anumerta), A.D Tarsono Rudjito (Mayor Udara Anumerta), sejumlah pesawatpesawat dan personelnya.

Sejak saat itu Pangkalan Udara Maguwo diurus oleh Bangsa Indonesia yang minimal mempunyai pengalaman dalam hal pekerjaan di bidang penerbangan dan mereka yang pernah mendapat didikan pada Militaire Luchvaart atau Penerbangan di zaman Jepang. Pekerjaan yang sangat berat itu dipelopori oleh A. Adisutjipto.

Adapun kegiatan yang nampak pada waktu antara lain mengadakan perbaikanperbaikan, perawatan-perawatan dan perombakan-perombakan terhadap pesawat-pesawat peninggalan / perampasan Jepang yang kebanyakan sudah parah keadaannya mendekati barang rongsokan, di samping mengadakan test flight yang sangat besar resikonya. Hal ini semata-mata karena dorongan semangat untuk segera menguasai wilayah udara.

Kegiatan-Kegiatan Penerbangan Kita

Berkat kegigihan  ahli-ahli kita, satu demi satu pesawat-pesawat tersebut dapat disiapkan kembali, sehingga dapatlah dimanfaatkan bagi mereka yang pernah mendapat didikan terbang sebelum perang. Hasil-hasil percobaan terbang sungguh sangat mengagumkan, bila diingat bahwa pesawt-pesawat udara Jepang ini sangat asing bagi mereka. Apalagi tidak adanya petunjuk-petunjuk yang dapat dipergunakan; kalaupun ada buku-buku petunjuk tersebut selalu ditulis dengan huruf Jepang. Adapun kegiatankegiatan tersebut antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut : Pada tanggal 10 Oktober 1945 A.Adisutjipto berhasil menerbangkan sebuah pesawat Tipe “Nishikoren” BANTENG di Cibeureum (Tasikmalaya). Pada tanggal 28 Oktober 1945 penduduk Yogyakarta gembira dan bangga, karena untuk pertama kalinya dapat menyaksikan sebuah pesawat udara yang mempunyai identitas Merah Putih melayang-layang di atas Kota Yogyakarta. Pesawat udara ini adalah pesawat latih bersayap dua Tipe “Cureng” yang dikemudikan oleh A Adisutjipto. Pada tanggal 8 November 1945 telah tiba di Pangkalan Udara Maguwo sebuah pesawat udara bersayap satu tipe “Nishikoren” dari Pangkalan Udara Cibeureum (Tasikmalaya) yang dikemudikan oleh A. Adisutjipto dan A.D Tarsono Rudjito.

Sekolah Penerbangan

Dengan diresmikannya Tentara Keamanan rakyat Jawatan penerbangan, sesuai dengan hasil konferensi markas tertinggi TKR di Yogyakarta pada tanggal 13 November 1945, yang berpusat di Yogyakarta, maka Pangkalan Udara maguwo memegang peranan yang penting bagi perjuangan di bidang penerbangan dan pembinaan air power serta penyebaran airmindness di kalangan pemuda-pemuda kita.

Pada awal Desember 1945 dimulailah pendidikan calon penerbang secara darurat di Maguwo yang ternyata kelak menjadi dasar pengembangan kea rah berdirinya Akademi Angkatan Udara (AAU). Adapun kadet-kadetnya terdiri dari pemuda-pemuda, baik dari mereka yang pernah mendapat didikan/pengalaman M.L maupun pemuda-pemuda (pejuang) yang sama sekali belum pernah berpengalaman. Dapat dikemukakan di sini, bahwa diantara siswa-siswanya antara lain Iswahyudi dan R. Imam Suwongso Wiryosaputro yang hanya dalam tempo 3 minggu kedua kadet tersebut dapat terbang solo dengan baik. Sementara itu Pangkalan Udara  Maguwo berkat kegiatan dan ketekunan para teknisi kita dapat melayani kegiatankegiatan pendidikan dan penerbangan sehingga 27 buah pesawat udara “Cureng” dapat disiapkan. Instrukturnya adalah A.Adisutjipto yang pernah menjadi Vaandrig Piloot kort-verband vlieger pada Militaire Luchvaart di zaman sebelum perang. Di samping kegiatan sebagai instruktur, maka beliaupun adalah penerbang yang tak kenal lelah untuk penerbangan bermacam-macam pesawat udara. Antara lain pada bulan Februari 1946 Adisutjipto telah mendarat di Pangkalan Udara Maguwo dengan menggunakan pesawat bersayap satu tipe “Cukiu” dari Pangkalan Udara Bugis (Malang).

Hari Jadi

Setelah melalui proses peningkatan organisasi sejak dari BKR, TKR dan TRI, maka berdasarkan Penetapan Pemerintah Tahun 1946 Nomor 6 tanggal 9 April 1946 TKR Jawatan Penerbangan ini telah ditingkatkan menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara sejajar dengan Angkatan-angkatan lainnya, yang kemudian lazimnya disebut Angkatan Udara Republik Indonesia disingkat AURI.

Dalam penetapan tersebut tercantum Komodor Udara R Suryadi Suryadarma sebagai Kepala Staf, sedangkan Komodor Udara R. Sukarnen Martodisumo dan Komodor Muda Udara A Adisutjipto masing-masing sebagai Wakil I dan II. Dengan demikian, maka tanggal 9 April 1946 tersebut merupakan Hari Jadi AURI (sekarang TNI AU) dan juga sebagai Hari Penerbangan Nasional yang setiap tahunnya kita rayakan.

Pembentukan Pasukan PPAU

Mengingat situasi yang genting pada waktu itu di Pangkalan Udara Maguwo telah disusun dan dibentuk Pasukan Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (PPAU) yang bertugas menjaga keamanan pangkalan udara dan menghadapi kemungkinan adanya usaha-usaha serangan dari udara oleh pesawat-pesawat udara lawan. Mulamula kekuatan Pasukan PPAU ini hanya terdiri dari 1 seksi (60 orang) yang telah terdidik dan terlatih sebagai penembak udara, tetapi kemudian ditingkatkan menjadi 1 Kompi sesuai dengan luasnya pangkalan. Pasukan yang masih muda ini pernah berhasil menembak jatuh sebuah pesawat Mustang Belanda di Salatiga.

Maju Terus Pantang Mundur

Untuk menambah kepercayaan dan daya jelajah penerbang-penerbang kita, maka latihan-latihan terbang terus menerus dilakukan. Meskipun para air crew seorang demi seorang telah gugur mendahului kita, namun semangat dan tekad juang mereka maju terus pantang mundur, bahkan bertambah kuat dan besar kegiatan mereka dalam pembinaan air power nasional kita. Kegiatan-kegiatan mereka antara lain : Pada awal Februari 1947 dengan datangnya Dakota VT-CLA bersama pemiliknya seorang bangsa India Patnaik, maka Komodor Muda Udara A. Adisutjipto dan Opsir Udara II Iswahyudi tidak hanya tinggal diam, melainkan dalam waktu 2 atau 3 hari telah berhasil dapat mengemudikan pesawat Dakota tersebut. Pada tanggal 10 Februari 1947 Opsir Udara I H. Sujono dan Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma melakukan penerbangan kea rah timur sampai di Sumenep. Pada tanggal 8 Maret 1947 dalam rangka perayaan Hari Penerbangan X di Pangkalan Udara Maguwo diselenggarakan pameran dua atraksi penerbangan pesawat-pesawat kita yang mendapat kunjungan besar sekali dari rakyat dan tidak kurang dari 5.000 pelajar-pelajar hadir. Pengunjung dapat menyaksikan 27 pesawat udara mengadakan berbagai air show antara lain terbang formasi, aerobatic dan mengangkut juga peminat-peminat udara ke angkasa. Perayaan tersebut diramaikan pula dengan hadirnya pesawat Dakota CALI (Filipina) yang sedang berada di Maguwo. Pada tanggal 17 Maret 1947 Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdurrahman Saleh menerbangkan sebuah pesawat buru Hayabusa dari Malang dan tiba di Pangkalan Udara Maguwo yang kemudian pesawat tersebut diregristasi dengan HN-201. Pada tanggal 24 Maret 1947 dalam rangka persiapan pembukaan pangkalan-pangkalan udara di Sumatera, maka sebuaah pesawat udara telah bertolak dari Pangkalan Udara Maguwo menuju ke Sumatera Barat dengan membawa Opsir Udara II Sujono (terakhir Laksamana Muda Udara) dan Opsir Muda Udara II Sukoco (terakhir Mayor Udara Purnawirawan) yang diterjunkan dengan parachute di Bukittinggi. Pada tanggal 6 Juni 1947 telah tiba di Pangkalan Udara Maguwo seorang Penerbang Amerika Robert Earl Freeberg beserta pesawat transport miliknya membelah angkasa dari Manila melintasi Labuan (British North Borneo) menuju ke daerah pedalaman RI. Dalam penerbangannya tersesat, sehingga terpaksa harus mengadakan pendaratan darurat di Pantai Pangandaran (Ciamis) yang selanjutnya dapat sampai di Maguwo. Pesawat tesebut adalah sebuah Dakota Dauglas C-47 “SKYTRAIN” yang selanjutnya diubah regristrasinya menjai RI-002 sebagai sumbangan atas simpatinya kepada perjuangan RI.

Maguwo in The Agression Part I

Dengan dalih untuk melakukan apa yang mereka namakan “Politionelle Actie”, maka pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan gerakan militernya dengan menyerang seluruh wilayah RI dari segala jurusan, baik dari darat, laut maupun udara. Pasukan-pasukan kita, pada waktu itu tidak berada dalam “siaga tempur “ karena mentaati akan perjanjian Linggarjati yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 oleh kedua belah pihak, Belanda dan Indonesia.

Pesawat-pesawat udara  Belanda menjatuhkan bom-bom, roket, dan penembakan-penembakan dengan senjata-senjata mesin terhadap semua pangkalan-pangkalan udara kita, sejak dari Pangkalan Udara Gorda, Jatiwangi, kalijati, Cibeureum, Panasan, Maospati, Pandanwangi sampai Bugis. Akibatnya selain pangkalan-pangkalan tersebut menderita kerusakan hebat, juga beberapa buah pesawat udara kita hancur di tanah antara lain pesawat pembom “Diponegoro”, Pesawat Intai Strategis “Shinsitei” dan pesawat buru “Hayabusa”.

Untunglah Pangkalan Udara Maguwo dapat terhindar dari serangan pesawatpesawat udara Belanda tersebut, karena adanya kabut tebal yang melindungi Maguwo pada waktu itu. Dalam pada itu 15 menit sebelum penyerangan tersebut, maka Perdana Menteri Sutan Sjahrir telah bertolak ke Lake Success dengan menumpang pesawat Dakota.

Serangan Balasan

Atas penginjak-penginjakan  naskah Linggarjati yang baru saja ditandatangani oleh kedua belah pihak ini dengan melancarkan agresi militer yang I ke wilayah Republik Indonesia terutama penyerangan atas Pangkalan Udara kita, maka Angkatan Udara kita dengan serta merta mengadakan reaksi untuk mengadakan serangan balas pengeboman atas basis-basis militer Belanda di kota Ambarawa, Salatiga dan Semarang.

Demikianlah pada tanggal 29 Juli 1947 jam 05.00 bertolaklah dari Pangkalan Udara Maguwo 3 buah pesawat udara kita yang terdiri dari 2 buah pesawat latih “Cureng” da 1 buah pesawat pembom Mitsubishi 98 “Guntei” yang dilepas oleh KASAU Komodor Udara S. Suryadarma dan Pa Ops. Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma. Ketiga buah pesawat tersebut menuju kearah utara dan masing-masing mendapat perintah operasi sebagai berikut : Kadet Penerbang Suharnoko Harbani disertai penembak udara Kaput dengan pesawat “Cureng” menuju ke sasaran Kota Ambarawa. Kadet Penerbang Sutardjo Sigit dan disertai penembak udara Sutadjo dengan pesawat “Cureng” menuju ke sasaran Kota Salatiga. Kadet Penerbang Muljono disertai penembak udara Abdurrahman dengan pesawat pembom Mitsubishi 98 “Guntei” (Sonia) menuju ke sasaran Kota Semarang. Dalam operasi serang balas pengeboman ini, maka garuda-garuda kita berhasil menjatuhkan bom-bom sejumlah 400 kg beratnya yang mengenai sasaransasaran lawan sehingga musuh tidak sedikit menderita kerugian. Meskipun hasil relative tidak besar namun operasi serangan balas ini mempunyai efek psikologis yang besar bagi Belanda.

Bangsa Indonesia sangat bangga atas tindakan heroik dan patriotik para penerbangpenerbang muda kita tersebut, karena operasi penyerangan udara tersebut adalah merupakan operasi udara yang baru pertama kalinya sejak kita membina Angkatan Udara.

Tragedi Dakota VT-CLA

Karena kekalapan lawan setelah peristiwa pemboman garuda-garuda kita atas basisbasis militer di Kota Ambarawa, Salatiga, dan Semarang, di mana belanda tidak berhasil mengerahkan 3 buah pesawat buru “Kittyhawk” untuk mengejarnya, maka pada tanggal 29 Juli 1947 sore hari terjadilah suatu peristiwa yang menyedihkan dalam sejarah perjuangan kita. Dalam peristiwa tersebut sebuah Dakota India VT-CLA yang membawa bantuan obat-obatan dari Palang Merah malaja sewaktu akan mendarat di Pangkalan Udara Maguwo telah menjadi korban sasaran keganasan 2 buah pesawat udara “Kittyhawk” Belanda, sehingga pesawat Dakota yang tak bersenjata tersebut jatuh terbakar di daerah Ngoto (3 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta). Semua air crew  dan penumpangnya gugur, kecuali A. Gani Handonocokro yang masih hidup. Adapun para crew  yang gugur terdiri dari Pilot A.N. Constantine (Australia), Co Pilot Hazelhurt (Inggris) dan Mekanik Bhidaram (India); sedangkan para penumpangnyaadalah : Komodor Muda Udara A. Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdurrahman Saleh, Opsir Udara Adisumarmo, Zainal Arifin dan satu-satunya wanita Ny A.N Constantine.

Peristiwa jatuh tertembaknya pesawat Dakota VT-CLA tersebut tiap tahun kita peringati sebagai HARI BERKABUNG AURI dan selanjutnya telah ditingkatkan menjadi HARI BHAKTI AURI sejak tahun 1962.

Simpati Tetangga

Di daerah Republik Indonesia terasa sekali kekurangan obat-obatan akibat blockade Belanda. Terlebih-lebih dengan adanya Agresi Militer Belanda I, urgensi obat-obatan tersebut sangat besar terutama untuk keperluan prajurit-prajurit kita di garis depan (front).

Berkat simpati Negara-negara tetangga, maka mengalirlah bantuan obat-obatan antara lain pada tanggal 26 Agustus 1947 telah mendarat di Pangkalan Udara Maguwo sebuah pesawat terbang yang membawa obat-obatan bantuan dari India, kemudian disusul bantuan obatobatan dari Internasional Red Cross. Berhubung dengan adanya perintah cease Fire (gencatan senjata) sejak tanggal 4 Agustus 1947, maka kesempatan ini digunakan untuk pengiriman obat-obatan tersebut ke daerah Jawa Barat dengan diangkut oleh 2 buah pesawat Cureng yang masing-masing dikemudikan Opsir Udara II Sunarjo dan Opsir Udara III Muljono dan bertolak dari Pangkalan Udara Maguwo. Selain pengiriman obat-obatan, juga mengangkut pula pengiriman uang, pos, dan lain-lainnya. Dalam perjalanan pulang kembali terpaksa sebuah pesawat Cureng tersebut ditinggalkan di Pangkalan Udara Gorda (Banten) karena terbatasnya radius giat dan kesulitan bahan bakar pada waktu itu.

Pendidikan Pasukan Payung (Para)

Di samping adanya kegiatan percobaan terbang dan latihan terbang, maka di Pangkalan Udara Maguwo nampak adanya kegiatan-kegiatan lainnya diantaranya latihan/pendidikan penerjunan dengan payung udara (parachute).

Dengan peralatan yang serba kurang dan latihan yang jauh dari kesempurnaan, maka sejak tanggak 11 Februari 1946 telah dilakukan latihan-latihan terjun dengan mempergunakan 3 buah pesawat Cureng yang masing-masing dikemudikan oleh : Komodor Muda Udara A. Adisutjipto dan disertai seorang peloncat payung Amir Hamzah. Opsir Udara II Iswahyudi dan disertai peloncat payung Legino Opsir Udara III Makmur Suhodo dan disertai seorang peloncat payung Pungut.

Dengan demikian, maka ketiga peloncat payung tersebut (Amir Hamzah, Legino, dan Pungut) adalah merupakan pelopor penerjunan yang pertama kalinya dalam sejarah Angkatan Udara kita. Kemudian Sukotjo (terakhir Mayor Udara Purnawirawan) yang baru saja kembali dari Australia berhasil melatih dan mendidik calon-calon “Jumping Master” untuk pertama kalinya yakni : Major Udara Sudjono (terakhir Laksamana Muda Udara), Kapten Udara Sugihardjo (terakhir Kapten Udara Purnawirawan), Opsir Muda III Surojo, Sersan Udara Legino dan Sersan Udara Suroto.

Untuk keperluan latihan/pendidikan “Jumping Master” dipergunakan kockpit pesawat, sedang peralatan payung udara (parachute) buatan Jepang dan overall dari kain blacu putih yang lekas robek. Setelah selesai dengan pendidikan “Jumping Master” ini, kemudian dilanjutkan dengan mendidik calon-calon anggota pasukan payung angkatan pertama. Dari hasil pendidikan ini lalu diadakan seleksi anggota yang memenuhi syarat untuk ditugaskan keluar Jawa.

Operasi Penerjunan di Kalimantan

Untuk mengadakan konsolidasi dan bantuan dari Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia dengan daerahdaerah di luar Jawa, maka pada tanggal 17 Oktober 1947 diadakan operasi penerjunan ke daerah Kalimantan.

Mereka diangkut dengan pesawat Dakota RI-002 yang dikemudikan oleh Penerbang Robert Earl Freeberg (pilot), Opsir Udara II Makmur Suhodo (Co-Pilot) dengan membawa 14 orang anggota pasukan payung yang telah terlatih di bawah pimpinan Opsir Muda Udara III Amir Hamzah selaku jumping master dan Mayor Tjilik Riwut sebagai penunjuk jalan.

Mereka diterjunkan di daerah Supadio (Kabupaten Kotawaringin) dengan maksud antara lain : Membuka stasiun radio untuk dinas PHB antara Yogyakarta dan Kalimatan Membentuk dan menyusun gerilyawan asal suku Dayak Menyempurnakan tempat “dropping zone” untuk penerjunan selanjutnya. Penerjunan tersebut dilengkapi dengan dropping peralatan dan bahan-bahan perbekalan untuk persediaan bergerilya di hutan. Akibat penyergapan tentara Belanda yang tidak terduga-duga, maka ketiga anggota yakni Opsir Muda Udara II Hary Hadisumantri (Kapten Udara Anumerta), Opsir Muda Udara III Iskandar ( Letnan Udara II Anumerta) dan Sersan Udara Achmad Kosasih (Sersan Udara Anumerta) telah gugur sebagai kusuma bangsa, setelah mempertahankan diri mati-matian terhadap tembakan gencar lawan. Sejarah penerjunan ini membuktikan, bahwa meskipun keadaan serba sulit dan darurat pada waktu itu, namun perjuangan kita tetap gigih untuk membina pasukanpasukan payung. Sebagai penghargaan atas perjuangan yang patriotic ini, maka tanggal 17 Oktober 1947 dinyatakan sebagai hari lahirnya PGT/KOPASGAT (kini Paskhas AU) yang setiap tahun diperingati oleh keluarga besar Angkatan Udara kita.

Maguwo in The Agression Part II

Baru saja pemberontakan PKI/Muso dapat teratasi, maka dengan serta merta tanpa diduga-duga Belanda telah menginjak-injak persetujuan Renville yang telah ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Belanda mengadakan Agresi Militer II terhadap seluruh wilayah Republik Indonesia, baik serangan dari darat, laut maupun udara.

Bertepatan dengan tanggal 19 Desember 1948 Pangkalan Udara Maguwo diserang oleh pesawat-pesawat udara Belanda dengan melakukan penembakanpenembakan dari udara. Serangan udara disusul dengan dropping pasukan payung Belanda ± 400 orang bersenjata lengkap dan modern. Lebih kurang 40 anggota AURI di bawah pimpinan Kadet Udara Kasmiran (Letnan Udara I Anumerta) mempertahankan diri dengan matimatian meskipun tidak seimbang dalam hal persenjataan dan jumlahnya dari pada pihak lawan. Korban-korban material dan jiwa tidak sedikit, sehingga akhirnya Pangkalan Udara Maguwo dapat dikuasai musuh.

Di samping korban-korban manusia dan kerusakan-kerusakan material, maka beberapa pesawat udara kita hancur dan jatuh ke tangan musuh diantaranya ialah : sebuah pesawat udara “Do Havilland86” yang baru saja terbeli telah jatuh ke tangan musuh. Sebuah pesawat udara Catalina RI-006 masuk perangkap, karena ketiadaan perhubungan dengan Ground Station” sewaktu pesawat tersebut mendarat di Pangkalan Udara Maguwo. Awak pesawat, Penerbang James Flening dan Penerbang Opsir Udara II Suharnoko Harbani tertangkap. Sebuah pesawat udara Catalina RI005 dalam usaha meloloskan diri telah jatuh terbakar di Jambi, sehingga akibatnya telah gugur awak pesawat yakni Penerbang R Cobdry (Pilot), Warton (Co-pilot), Opsir Muda Udara II J Londa (Letnan Udara I Anumerta), sedang seorang penumpang lainnya Letnan Kolonel Prangko luka-luka berat dan masih hidup.

Gugurnya Sang Bapak Penerbang

Di balik kebanggaan yang patut dikenang atas tindakan-tindakan kadet dalam pemboman Ambarawa, Salatiga dan Semarang, terjadi peristiwa yang menyedihkan dalam sejarah perjuangan.

Peristiwa tersebutadalah gugurnya Bapak Penerbang Laksamana Muda Udara A. Adisutjipto serta Laksamana Muda Abdurrahman Saleh pada tanggal 29 Juli 1947 sore hari, setelah pesawat udara yang ditumpangi jatuh ditembak oleh Belanda dengan secara khianat. Pesawat tersebut adalah pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan dari Palang Merah Malaya dan ketika akan mendarat di Pangkalan Maguwo, telah menjadi korban sasaran 2 buah Pesawat Pemburu belanda hingga jatuh terbakar di Desa Ngoto (sebelah tenggara Yogyakarta).

Dengan gugurnya Bapak Penerbang Indonesia merupakan keprihatinan yang sedalam-dalamnya bagi Sekolah Penerbang Angkatan Udara. Peristiwa yang menyedihkan itu kemudian diperingati setiap tanggal 29 Juli sebagai Hari Bhakti TNI AU.

Untuk menghormati jasa-jasa almarhum itu, nama keduanya diabadikan sebagai pengganti nama Pangkalan Udara Maguwo dan Bugis.

SUSUNAN ORGANISASI Organisasi Lanud Adisutjipto disusun dalam dua tingkat sebagai berikut : a. Tingkat Markas Pangkalan : 1. Eselon Pimpinan :   Komandan Pangkalan TNI AU Adisutjipto, disingkat Danlanud Adi.

  1. Eselon Pembantu Pimpinan / Staf: a) Ruang Operasi, disingkat Ruops b) Program dan Anggaran, disingkat Progar c) Pemegang Kas, disingkat Pekas d) Pengadaan, disingkat Ada e) Penerangan dan Perpustakaan, disingkat Pentak f) Hukum, disingkat Kum g) Pengamanan, disingkat Pam 3. Eselon Pelayanan : a) Sentral Komunikasi, disingkat Senkom b) Sekretariat, disingkat Set
  2. Eselon Pembantu Pimpinan / Staf Pelaksana :
  3. a) Dinas Operasi, disingkat Disops b) Dinas Personel, disingkat Dispers c) Dinas Logistik, disingkat Dislog
  4. Eselon Pelaksana : a) Satuan Polisi Militer, disingkat Satpom b) Satuan Musik, disingkat Satsik c) Rumah Sakit Tingkat IV, disingkat Rumkit Tk IV d) Skadron Tehnik 043, disingkat Skatek 043

b.Tingkat Pelaksana :   Wing Pendidikan Terbang, disingkat Wingdik Terbang

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

  1. Danlanud Adi adalah pelaksana Dankodikau yang bertugas menyelenggarakan pembinaan dan pengoperasian pendidikan seluruh satuan dalam jajarannya, pembinaan minat kedirgantaraan serta pelaksana Pangkoopsau I dalam menyelenggarakan operasi udara. b. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Danlanud Adi mempunyai tugas kewajiban sebagai berikut : 1. Menyelenggarakan pembinaan dan pengoperasian pendidikan : a) Melaksanakan pendidikan penerbangan. b) Melaksanakan pembinaan satuan-satuan dalam jajarannya untuk dapat mempertahankan dan mempertinggi kemampuan pelaksanaan tugas. c) Merencanakan dan melaksanakan latihan satuansatuan dalam jajarannya agar setiap saat mampu menunjang pelaksanaan operasi pendidikan. d) Menyiapkan dan menyediakan dukungan adminlog bagi satuan satuan Insub dan satuan Tugas Operasi yang berada atau menggunakan wilayah tanggung jawabnya. e) Melaksanakan pengelolaan Pom, Bintal, Baminmas, Pertahanan dan Keamanan Pangkalan, Base ops dan Tehnik Umum atas dasar direktif teknis Pangkoopsau II f) Melaksanakan pembinaan minat dirgantara.
  2. Menyelenggarakan operasi udara dan pengelolaan fungsi-fungsi pelayanan pangkalan udara : a) Membina kesiapan tempur satuan-satuan operasional dalam jajarannya. b) Melaksanakan dan mengendalikan operasi udara. c) Melaksanakan pembinaan cadangan dan potensi kekuatan kedirgantaraan.
  3. Danlanud Adisutjipto dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Dankodikau atas penyelenggaraan pembinaan dan pengoperasian pendidikan serta kepada Pangkoopsau I atas penyelenggaraan operasi udara.
  4. Danlanud Adi dijabat oleh seorang Perwira Tinggi TNI AU berpangkat Marsekal Pertama

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KOMANDAN LANUD ADISUTJIPTO

Danlanud Adi adalah pelaksana Dankodikau yang bertugas menyelenggarakan pembinaan dan pengoperasian pendidikan seluruh satuan dalam jajarannya, pembinaan minat kedirgantaraan serta pelaksana Paangkoopsau I dalam menyelenggarakan operasi udara.

Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Danlanud Adi mempunyai tugas kewajiban sebagai berikut : •Menyelenggarakan pembinaan dan pengoperasian pendidikan : Melaksanakan pendidikan penerbangan. Melaksanakan pembinaan satuan-satuan dalam jajarannya untuk dapat mempertahankan dan mempertinggi kemampuan pelaksanaan tugas Merencanakan dan melaksanakan latihan satuan-satuan dalam jajarannya agar setiap saat mampu menunjang pelaksanaan operasi pendidikan. Menyiapkan dan menyediakan dukungan adminlog bagi satuan satuan Insub dan satuan Tugas Operasi yang berada atau menggunakan wilayah tanggung jawabnya. Melaksanakan pengelolaan Pom, Bintal, Baminmas, Pertahanan dan Keamanan Pangkalan, Base Ops dan Tehnik Umum atas dasar direktif teknis Pangkoopsau II Melaksanakan pembinaan minat dirgantara. Menyelenggarakan operasi udara dan pengelolaan fungsi-fungsi pelayanan pangkalan udara. Membina kesiapan tempur satuan-satuan operasional dalam jajarannya Melaksanakan dan mengendalikan operasi udara Melaksanakan pembinaan cadangan dan potensi kekuatan kedirgantaraan

Danlanud Adisutjipto dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Dankodikau atas penyelenggaraan pembinaan dan pengoperasian pendidikan serta kepada Pangkoopsau I atas penyelenggaraan operasi udara. Danlanud Adi dijabat oleh seorang Perwira Tinggi TNI AU berpangkat Marsekal Pertama.

CIKAL BAKAL SEKBANG HISTORICAL BACKGROUND OF AVIATION SCHOOL

Proklamasi Kemerdekaan dan “Revolusi Indonesia” yang meletus pada tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kekuatan-kekuatan bersenjata, dimana Angkatan Udara menjadi salah satu unsurnya. Di dalam perebutan kekuasaan dari tangan Jepang, pejuang-pejuang kita berhasil merebut dan menguasai lapangan-lapangan udara di Indonesia, misalnya Lapangan Udara Pandan wangi (Lumajang), Panasan (Solo), Jatiwangi (Cirebon) dan Ciberum (Tasikmalaya).

Pejuang-pejuang kemerdekaan ini bergabung dalam Badan keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 ditingkatkan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sesuai dengan Maklumat Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tanggal 5 Oktober bahwa TKR harus bertanggung jawab kepada seluruh ketertiban dan keamanan Negara, baik di darat, di laut maupun di udara.

Oleh karena itu, Pangkalan Udara beserta isinya yang telah berhasil direbut dan dikuasai menjadi tanggung jawab langsung daripada Devisi-Devisi TKR setempat. Pada saat itu Markas Tertinggi TKR oleh Oerip Soemaohardjo, yang oleh Pemerintah RI telah diangkat sesuai Formateur Angkatan Perang, sedang diadakan usaha-usaha untuk secepat mungkin mengkonsolidir bentuk organisasi dan personalia TKR serta menentukan garis strategi umum/ pertahanan guna dapat menghadapi setiap serangan musuh.

Hal ini juga membuktikan kepada dunia luar bahwa disamping atribut-atribut lainnya yang perlu dimilki setiap Negara yang berdaulat, juga telah ada atribut Angkatan Perang yang terorganisir baik. Dalam rangka itulah banyak tenaga bekas KNIL, PETA dipanggil ke Yogyakarta antara lain S. Suryadarma seorang Letnan I Pengintai (Waarnemer) Militeire Luchvaart KNIL, yang diserahi tugastugas khusu dan kemudian diserahi tugas sebagai Formateur Angkatan Udara.

Berkat pengalamannya di bidang Penerbangan Militer mengusulkan pembentukan TKR Jawatan Penerbangan sebagai bagian percobaab, yang kemudian bilamana terbukti kemampuannya dapat ditingkatkan menjadi Angkatan Udara (9 April 1946). Kemudian pada tanggal 13 November 1945 telah diselenggarakan konferensi untuk pertama kalinya di Markas tertinggi TKR di Yogyakarta yang dihadiri oleg segenap Jenderal Staf, para Komandan devisi dan Resimen.

Konferensi ini diantaranya memutuskan agar para Komandan yang bersangkutan segera menggolong-golongkan seluruh materiil serta personil, yang mempunyai hubungan kerja dan tugas keudaraan  (penerbangan) ke dalam Markas Besar Umum (MBU) di bidang keudaraan lazim disebut Markas tertinggi TKR Jawatan Penerbangan.

Serah terima segenap wewenang keudaraan/penerbangan kepada Markas tertinggi TKR Jawatan Penerbangan secara resmi dimulai pada tanggal 17 desember 1945 yang dilakukan oleh Kolonel TNI R. P Soedasono sebagai Panglima Devisi Yogyakarta. Kemudian sejak ini diikuti oleh Panglima Devisi lainnya yang ada sangkut pautnya dengan TKR Jawatan Penerbangan.

Sesuai dengan fase perkembangan pada waktu itu TKR Jawatan penerbangan mengadakan panggilan secara meluas melalui segala mass media terutama kepada semua ex anggota ML (Militeire Luchvaart), MLD (Marine Luchvaart Dienst), K.N.I.L.M (Koniklijke Ned. Indische Luchvaart Matschappij) dan pula semua tenaga-tenaga yang pernah kerja pada penerbangan Jepang.Terutama A. Adisutjipto dalam rangka BKR telah mondar-mandir ke Yogyakarta dari rumahnya ke Salatiga, tetapi berhubung belum ada kepastian status dan ketentuan mengenai Lapangan Terbang Maguwo beserta inventarisnya, maka ia belum bisa bertindak secara organisatoris.

Dengan dikeluarkannya Perintah Markas Tertinggi TKR kepada semua devisiDevisi TKR, dengan segera Adisutjipto diserahi tugas pengambilalihan seluruh materiil, personil dan instalasi-instalasi di Lapangan Terbang Maguwo dari tangan devisi setempat (Kolonel R.P Soedarsono). Mengingat program urgensi untuk konsolidasi TKR Jawatan penerbangan, maka usaha-usaha dititikberatkan kepada tiga hal pokok yakni : Konsolidasi Organisasi Pusat (Markas Besar), Persiapan operasi sesegera mungkin, dapat ikut serta dalam perjuangan Kemerdekaan (Kesatuan Udara, Lapangan Terbang dan fasilitas), Pendidikan baik yang bersifat ulangan/ lanjutan (Up-grading) mupun yang baru. Berdasarkan pengalamannya di masa  ML (Belanda) maka pada A. Adisutjiptolah satu-satunya yang memiliki Ijazah Terbang G.M.B (Groote militaire Brevet) diserahi tugas ke-3 (Pendidikan) dengan wewenang penuh. Di samping tugas pendidikan tersebut juga diserahi tugas Kesatuan Operasionaldengan basisnya Maguwo yang menurut penyelidikan memenuhi segala persyaratan. Dengan demikian A. Adisutjipto menjadi Perintis Utama dalam sejarah Pendidikan Penerbangan di Indonesia. Dalam tugas itu ia dibantu oleh tarsono Rudjito seorang bekas Tjudantyo yang besar sekali minatnya kepada penerbangan.

Adapun siswa-siswa penerbangan itu dapat digolongkan sesuai dengan dasar pengetahuan yang mereka miliki. Mereka ini dapat digolongkan :

Pemuda yang pernah mengikuti pendidi         kan penerbangan dari pendidikan Aspirant Officer Kortvermand Leerling Vliger. Mereka ini telah memperoleh klien-brevet. Sebenarnya mereka akan memperoleh  “groot-brevet”, tetapi karena situasi pisik antara lain Jepang dan Belanda. Yang termasuk golongan ini antara lain : Husein Sastranegara, Sulistyo, H. Sujono, Aryono, Tugiyo, Sunarjo, dan Makmur Suhado.

Yang pernah mendapat pendidikan penerbangan dari pendidikan Aspirant Officer Kortvermand Leerling Vliger yang sama sekali belum pernah memperolah brevet, baik klien-brevet maupun “groot-brevet”. Diantara mereka adalah Mintri dan Iswahyudi. Yang pernah mendapat pendidikan penerbangan dari pendidikan Vrijwilliger Vliger Corps (VVC) yaitu suatu korps penerbang sukarela, mereka kebanyakan terbatas pada kemampuan terbang dengan pesawat olah raga/ringan. Dari kadet-kadet tersebut ada yang pernah di masa Belanda mencapai Ijazah KMB (Klien Militaire Brevet) sampai dengan tingkat type pesawat latih/pengangkut ringan bermotor satu. Dalam pendidikan ulangan yang kemudian diberikan kepada semua bekas siswa Sekolah Penerbang ML (zaman dahulu), mereka rata-rata lulus dengan baik dan terbongkarlah ketidakobyektifan beberapa Instruktur Belanda dan politik diskriminasi Belanda terhadap pemuda bangsa Indonesia yang beranggapan bahwa bangsa bumi putra tidak sanggup jadi penerbang yang baik disebabkan mudah gugup. Pemuda-pemuda yang belum pernah mengikuti pendidikan penerbangan sama sekali. Pendatang-pendatang baru ini antara lain kadet-kadet : Suharnoko Harbani, Gunadi, Yusran, Fatah, Mulyono Sugoro, Wim Prajitno, Sutardjo Sigit, darjono, Santoso, Bambang saptoadji, Sun Harto, Suprapto, Endeng, Yulianto Cokrohamiprojo. Dalam menilai hasilhasil yang dicapai  oleh siswa pada zaman Belanda perlu diperhitungkan factor politik diskriminasi yang oleh setiap penjajah dipraktekkan dalam koloninya. Pembukaan pintu terhadap setiap penerbangan bagi Bangsa Indonesia sebenarnya dipaksakan kepada Belanda oleh situasi Internasional pada umumnya dan di Asia Tenggara pada khususnya beserta perjuangan dari pada para politisi bangsa Indonesia waktu itu yang mendesak pemerintah Hindia Belanda agar pribumi secara lebih luas diikutsertakan dalam pertahanan (Petisi Sutardjo cs). Maka tidak mengherankan bahwa dalam pelaksanaan perubahan politik pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu banyak yang tidak setuju bahkan mencemoohkannya.

Hal itu terjadi pula di bidang penerbangan seperti penindakan terhadap Husein sastranegara dan Sulistyo yang di

“Washet-out” padahal mereka telah dapat terbang “solo” dan sudah diperkenankan membawa penumpang tetapi tiba-tiba dieliminir dari Sekolah Penerbangan. Setelah Indonesia merdeka dimana praktek diskriminasi tersebut tidak ada, siswa tersebut telah menunjukkan kemampunanya sebagai penerbang yang baik.

Kurikulum

Sebagai mata pelajaran pokok dari Sekolah penerbang ini adalah “Cakap Terbang”. Pelajaran ini langsung dipegang oleh Laksamana Muda Udara Anumerta A.Adisutjipto. Sebelum latihan terbang diberikan pendidikan-pendidikan teori (ground school) yang antara lain meliputi pelajaran:  PLLU, Navigasi, Aerodinamica, savety Flying, Ilmu Motor, Aerodrome, Control, Radio Telegrafis.

Disamping itu diberi pendidikanpendidikan tambahan sebagai syarat minimal dari calon militer antara lain : Pelajaran baris berbaris, Politik Militer, Pengetahuan bersenjata. Lama pendidikan yang mereka tempuh tidak lama, hal ini ditentkan oleh dasar pengetahuan yang mereka miliki. Bagi siswa penerbang yang belum pernah mendapat pendidikan penerbangan sama sekali waktunya akan lebih lama dan kirakira dua bulan dapat terbang sendiri.

Sedang bagi siswa yang pernah mendapatkan pendidikan penerbangan, dalam waktu tiga minggu sudah dapat melakukan terbang solo. Sesungguhnya segala latihan-latihan yang dilakukan oleh para kadet itu semata-mata latihan yang sekaligus berupa eksperimen penerbang yang sangat besar resiko buatnya.

Tetapi berkat kemauan keras dan semangat serta keberanian daripada kadet-kadet itu, semuanya dapat dikatakan berhasil.

Fasilitas Pendidikan

Sesuai dengan situasi dan kondisi waktu itu, maka peralatan-peralatan pendidikan masih sederhana dan mementingkan halhal yang praktis saja. Untuk mendapat pendidikan-pendidikan teori yang seharusnya membutuhkan ruangan kelas, cukup mengambil tempat di bawah pohon-pohon talok atau pohon waru sekitar lapangan udara. Sedang pakaian yang dipergunakan latihan terbang adalah overall yang dibuat dari kain blacu yang dicelup dengan maoni sehingga warnanya kecoklatan, dan pakaian peninggalan Jepang. Asrama untuk kadet-kadet penerbang pada awalnya bertempat di Hotel Tugu Yogyakarta (sekarang digunakan untuk Kodim Yogyakarta). Pesawat-pesawat terbang yang mereka gunakan sebagai pesawat latih adalah pesawat sayap dua “Cureng”. Pesawat itu adalah buatan pabrik Jepang tahun 1933 dan dipakai oleh tentara-tentara Jepang selama kedudukannya di Indonesia. Pesawat Cureng itu seharusnya digunakan sebagai pesawat latih lanjutan. Tetapi di Sekolah Penerbang darurat ini dipergunakan sebagai pesawat latih permulaan. Namun dalam keadaan demikianpun membawa hasil yang menyakinkan pula.

Sementara itu pesawat-pesawat tersebut kebanyakan mengalami perbaikan bahkan ada pula yang merupakan hasil perombakan dari onderdil beberapa pesawat. Pesawat Cureng yang dipakai latihan dimana sayapnya dilapisi kain, ada yang tempat duduknya tanpa canopy, sehingga bagian kepala dan dada dari penerbangnya akan kelihatan jelas dari luar. Walaupun keadaan pesawat demikian, namun tidak menjadi rintangan bagi kadet-kadet untuk menyelesaikan pendidikan.

Sungguh merupakan suatu tindakan kstaria dari kadet-kadet yang demikian dengan beranimya menjadi penerbang Indonesia yang tangguh. Sehingga penerbang-penerbang Royal Air Force yang kadang-kadang dating di lapangan udara Maguwo dan meyaksikan pesawatpesawat latih tersebut, memuji atas keberanian kadet-kadet itu. Mereka mengatakan bahwa mungkin hanya di Indonesia berlaku latihan-latihan semacam itu. Karena menurut mereka pesawat-pesawat Cureng itu sudah lama seharusnya diganti dengan yang baru.

Dalam rangka melancarkan Sekolah Penerbang ini, pimpinan Pangkalan Udara Bugis (waktu itu masih otoriter statusnya) Bapak Imam Supeno yang dibantu oleh Bapak Kid Darlim, Napak A.S Hanandjuddin dll. Telah memberi bantuan pesawat-pesawat udaranya kepada sekolah Penerbang di Yogyakarta yang minim pesawatnya itu.

Demikianlah pada tanggal 7 Februari 1946 rombongan Bapak Penerbang A.Adisutjipto dengan beberapa orang kadetnya antara lain Win Prajitno, Sunardjo, makmur Suhodo, Abdurrahman Saleh, H. Sujono, Aryono, Mulyono dan Sulistyo ke Pnagkalan Udara Bugis untuk mengambil bantuan pesawat udara dari Pangkalan Udara Bugis yang seluruhnya berjumlah 37 buah. Berkat bantuan tersebut sangat besar artinya bagi kelancaran Sekolah penerbang di Indonesia.

Terbanglah Pesawat

Sementara itu penerbangan dalam formasi mulai dilakukan oleh penerbangpenerbang lulusan sekolah tersebut maupun kadet-kadet penerbang yang melakukan praktek penerbangan antara lain dapat dicatat peristiwa-peristiwa tersebut sebagai berikut : Pada tanggal 15 April 1946 dilakukan penerbangan formasi dan lintas udara antar daerah Yogyakarta, Semarang, Cilacap, Solo, Madiun dan terakhir sampai di Malang. Adapun penerbangpenerbangnya adalah Husain sastranegara, Tugijo, santoso dan Wim Prajitno. Pada tanggal 23 April 1946 penerbangan formasi Pangkalan Udara Maguwo menuju Kemayoran dilakukan oleh tiga buah pesawat. Penerbangan ini di samping penerbangan latihan, bertugas membawa Jenderal Mayor Sudibyo dan Komodor Udara S. Suryadarma ke Jakarta. untuk mengadakan perundingan-perundingan dengan pihak sekutu mengenai soal tawanan dan interniran sekutu. Pesawat-pesawatnya adalah bekas pesawat pengintai Jepang yang disebut  “Cukiu”. Jarak Maguwo-Kemayoran ditempuh kurang dari 105 menit.

Hal itu merupakan prestasi, jika dilakukan penerbangan yang agak jauh dari pusat Maguwo. Penerbangan ini menunjukkan kesanggupan putra-putra Indonesia dan sekaligus membuktikan bahwa penerbangan itu bukan dilakukan oleh orang jepang. Ketika pesawat dikemudikan oleh Komodor Udara A. Adisutjipto, Opsir Udara II Iswahyudi dan Opsir Udara III Imam Wirjosaputro.

Penerbangan ini disambut bangga oleh rakyat dan kenang-kenangantentang kisah pendaratan meninggalkan bekasbekas yang tak mudah dilupakan. Dalam masa kegentingan dan suasana tertekan Opsir Udara III Imam Wiryosaputro dan Opsir Udara Sunarjo, Opsir Udara II Iswahyudi dan Opsir Udara III makmur Suhodo.

Pada tanggal 23 Juli 1946 bertolak dari Pangkalan Udara Maguwo dengan menggunakan pesawat Cureng T-106 yang dikemudikan oleh Opsir Udara II Husain Sastranegara dan Kadet Udara II Wim Prajitno menuju ke Pangkalan Udara Gorda di Banten dengan melalui Tasikmalaya. Dari Gorda bersama dengan pesawat “Cures T-05” yang dikemudikan oleh Kadet Udara Wim Prajitno disertai Opsir Muda Udara II Rasjidi dan Kmandan Pangkalan Gorda menuju ke Pangkalan Udara Karang Endah (Sumatra).

Pada tanggal 27 Agustus 1946 dilakukan terbang formasi dengan 6 buah pesawat Type “Nishikoren”, Cukiu dan Cureng menuju ke Pangkalan Udara Cibereum / Tasikmalaya. Kemudian melanjutkan penerbangannya ke PAU Gorda Banten. Di Pangkalan ini terpaksa sebuah pesawat Cureng ditinggalkan karena kerusakan mesinnya. Keesokan harinya dilanjutkan penerbangannya ke PAU Branti/Tanjungkarang dengan melintasi Selat sunda. Kalima pesawat tersebut kembali ke PAU Maguwo pada tanggal 2 September 1946 dengan melalui PAU Gorda. Di Gorda ditinggalkan lagi sebuah pesawat Cukiu karena kerusakan mesinnya.

Dalam perjalanan kembali tiga buah diantara keempat pesawat tersebut terpaksa mengalami pendaratan darurat. Sebuah pesawat yang dikemudikan oleh Komodor Muda Udara A. Adisutjipto dan  Mayor Udara Tarsono Rudjito mendapat kecelakaan di Cipatujuh/Tasikmalaya karena kerusakan mesinnya. Sewaktu akan melakukan pendaratan darurat pesawat tersebut melanggar pohon kelapa yang melintas di pantai, pesawat terjungkir dan tali temali crew putus, sehingga mengakibatkan kecelakaan atas diri Mayor Udara Tarsono Rudjito, yakni tulang belakangnya patah, beberapa hari kemudian beliau meninggal dunia, sedang Komodor Muda Udara A.Adisutjipto mendapat luka-luka ringan saja.

Dua buah pesawat lainnya melakukan pendaratan darurat di Garut dengan air crew Opsir Udara II Iswahyudi, Opsir Udara Udara II Sunarjo, Kadet Udara I Wim Prajitno, Opsir Udara III Santoso dan Komodor Udara S. Suryadarma mendapat luka-luka ringan. Pesawat yang kembali ke Maguwo dengan selamat hanya sebuah yakni yang dikemudikan oleh Opsir Udara II Imam Wirjosaputro.

Pada tanggal 26 September 1946 dalam melakukan tugas test flight pesawat “Cukiu” yang direncanakan untuk mengangkut Perdana Menteri Sutat Sjahrir ke Malang, telah mengalami kecelakaan dan terbakar di kampong Gowongan Lor Yogyakarta. Peristiwa ini membawa korban air crew pesawat O.U. I Husain Sastranegara (Komodor Muda Udara Anumerta) gugur sebagai kusuma bangsa. Untuk menggantikannya dalam tugas penerbangan Sutan Sjahrir ke Malang adalah Kadet Udara Wim Prajitno.

Pendidikan Penerbangan di India. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresinya yang pertama terhadap daerah Republik. Pangkalanpangkalan udarapun tidak luput mendapat serangan juga, terkecuali Pangkan Maguwo terhindar serangan musuh karena waktu itu pangkalan tersebut tertutup kabut yang sangat tebal. Dengan agresi tersebut tidak sedikit anggota AURI gugur untuk membela demi tegaknya Negara Proklamasi.

Oleh karena itu perlu diperbanyak tenaga penerbang yang sangat urgent pada waktu itu. Fungsi tenaga penerbang tersebut antara lain : Diterjunkan secara langsung untuk mengimbangi kekuatan lawan yang pada waktu itu betul-betul merajai Angkasa Indonesia. Tenaga-tenaga penerbang tersebut persiapan di dalam rangka membina penerbangan nasional di kemudian hari. Untuk memperbanyak tenagatenaga AURI agar benar-benar merupakan salah satu dari Angkatan Perang Indonesia yang kokoh dan kuat, dengan demikian musuh akan menyegani.

Sesuai dengan cita-cita tersebut Pimpinan AURI mengambil kebijaksanaan untuk mengirimkan para kadetnya untuk dididik ke luar negeri yaitu ke Negara India. Perlu diketahui bahwa Pemerintah India adalah satu-satunya Negara tetangga yang sangat gigih membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lihat saja pada saat bergejolaknya revolusi fisik di Indonesia. Pemerintah India mengirimkan obat-obatan dan pakaian sebagai sumbangaan kepada rakyat Indonesia. Sebagai imbalan, Pemerintah RI mengirimkan bahan makanan berupa beras pada Pemerintah India.

Dengan dikirmkannya para kadet ke Negara sahabat di India itu, ini tidak berarti bahwa Pendidikan penerbangan darurat di Maguwo diragukan mutunya. Ini sama sekali tidak, pengiriman itu dimaksudkan untuk memperbanyak jumlah penerbang di Indonesia. Di samping itu diharapkan simpati pemerintah India terhadap perjuangan rakyat Indonesia. Dengan demikian maka pada Bulan desember 1947 AURI telah membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia lulusan Satau yang sederajat untuk dididik sebagai penerbang India. Untuk memilih pemuda yang benar-benar dapat diandalkan sebagai penerbang dari para pelamar yang mendaftarkan terpaksa harus diadakan screening. Tempat yang dipilih untuk mengadakan screening ialah Pangkalan Maguwo. Dari sekian banyak pelamar itu yang dapat diterima sebagai kadet hanyalah 20 orang saja. Sebelum mereka diberangkatkan ke India, mereka harus dilatih lebih dahulu dengan sejenis peluncur yang dipakai pada saat itu, tidak seperti pesawat luncur zaman sekarang. Keadaannya masih sangat sederhana, dan kita namakan zogling, ciptaan Bapak Wiweko Supono dan Bapak Nurtanio Pringgoadisurjo. Dengan berhasilnya pembuatan pesawat tersebut, membuktikan bahwa untuk mutu tehnik bangsa Indonesia sudah tinggi pada saat itu. Kedua beliau dapat menghasilkan 6 buah pesawat luncur/zogling yang dipakai untuk melatih sebanyak 20 orang AURI tersebut dan dilatih di Pangkalan Maospati Madiun dengan uniknya.

Cara melatih kadet tersebut sangat sederhana mula-mula pesawat dikaitkan dengan seutas tali pada sebuah kendaraan Hardly Davidson dan kemudian ditarik. Setelah pesawat mereka mencapai ketinggian yang cukup, kait tali penghela dilepaskan dan pesawat akan terbang dan melayang-layang di udara. Pada waktu melepaskan tali pengait ini, harus dilakukan hati-hati sekali. Kelengahan sedikit saja, misalnya pada saat melepaskan tali tersebut terlambat beberapa menit saja, kendaraan Hardly Davidson itu pasti akan terangkut ke atas.

Memang berat resiko para pelatih beserta kadetnya pada waktu itu, mereka harus betul-betul berani menyabung nyawa. Ke-20 kadet tersebut ialah : Sri Bimo Arietejo, Sudarmo, Susatyo, Pardjaman, Sudjalmo, Sugandi, Pratojo, Hadi Susanto, Partono, A. Mutolib, Sukarsono,, B. Iskak, Sudarjono, Sjamsuddin Noor, Agus Legowo, Hasan, Nurprapto. Setelah selesai mengikuti latihan di Maospati kemudian dikirm ke Bukittinggi untuk mengikuti latihan Dasar Kemiliteran. Tetapi memang akibat cuaca yang jelek, kedatangan ke Bukittinggi terpaksa harus ditangguhkan. Rombongan harus mendarat di Singapura kemudian melanjutkan menuju Kualalumpur.Dari Kualalumpur menyeberang laut untuk menuju labuhan Bilik di Sumatera Timur. Dengan berjalan kaki sejauh 260 km mereka menuju Tapanuli, dan akhirnya sampai ketujuan akhir yaitu Bukittinggi.

Selesai mengikuti Latihan dasar Kemiliteran secukupnya, pada bulan Mei 1948 rombongan diterbangkan ke luar negeri yaitu ke India. Semula direncanakan pendidikan yang akan diperoleh para kadet tersebut adalah penerbangan militer. Karena kekurangan tenaga instruktur khusus penerbang, [pemerintah India menolong. Untuk menjaga jangan sampai timbul kerenggangan antara kedua pemerintahan yang sudah terjalin baik itu, kesulitan dapat diatasi dengan jalan mengirimkan rombongan kadet ke Lucknow dan Allahabad yaitu tempat penerbangan dari “flying school of United Province”

Biaya dalam pelaksanaan pendidikan sepenuhnya ditanggung oleh AURI. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda menjalankan agresinya yang ke II. Seluruh pangkalan Udara RI diserang. Dengan sendirinya untuk sementara waktu pembiayaan terhadap kadet Indonesia yang belajar di India putus. Di samping itu timbul kegelisahan para kadet tersebut, sebab mau tak mau mereka juga memikirkan saudaranya di tanah air yang berjuang mati-matian mempertahankan Negara proklamasi. Kesulitan pembiayaan akhirnya dapat diatasi oleh bapak Wiweko Supono. Perlu diketahui bahwa Bapak Wiweko Supono adalah pendiri Perusahaan Penerbangan “Indonesian Airways” dengan pusat di Rangoon (Burma). Perusahaan Penerbangan ini menghasilkan uang cukup banyak sebagian dipakai untuk simpanan dan sebagian lagi untuk membiayai kadet-kadet kita di India. Demikian pelaksanaan pendidikannya dapat berjalan dengan lancar. Lama pendidikan 2 tahun dengan mendapat brevet A Penerbangan sipil. Sebanyak 19 orang kadet dapat kembali dengan selamat ke tanah air. Seorang lagi yaitu Kadet Udara Surjadi gugur di sebelah tenggara Baumrali pada waktu tugas pada tanggal 26 Mei 1949. Pesawat yang dipakai ialah Pesawat Latih De Havelland “Chipmunh” – VTCVN. Bersama kadet Udara Surjadi pula asisten penerbang hardless yaitu seorang instruktur dari Hind Privincal Flying Club. Pada tanggal 17 Maret 1950 para kadet sampai tanah air dan oleh karena pendidikan penerbangan yang diperoleh di India adalah penerbangan sipil, mereka harus menyiapkan diri guna melanjutkan Pendidikan Penerbangan Militer di Pangkalan Udara Andir. Terkecuali beberapa orang kadet tetap tinggal di Rangoon untuk membantu Perusahaan Penerbangan yang pernah membiayai mereka.

Mereka itu ialah : Kadet Budiarto Iskak, Kadet Susatyo, Kadet Samsudin Noor, Kadet Sudarjono. Perlu diketahui bahwa Kadet Samsuddin Noor gugur pada tanggal 26 November 1950 bersama pesawatnya yaitu Dakota T-446 dalam perjalanan dari Bandung ke Tasikmalaya, 13 orang penumpang tewas dan 13 orang lagi luka. Dalam melaksanakan Pendidikan Penerbangan Militer di Andir, mereka bersama-sama dengan penerbang ex Maguwo. Ternyata dari pendidikan ini ada 4 orang penerbang qualified dan berhak menerima brevet penerbang Militer (lanjutan) 4 orang lulusan Penerbang Maguwo, 14 orang Penerbang lainnya lulusan Sekolah Penerbang India. Mereka adalah : Kapten Udara Makmur Suhado, LUS Imam Wirjosaputro, LUS Muljono, LUD. Sri Bimo Arietejo. Dengan kembalinya Kadet Udara dari India ini ternyata ada beberapa orang penerbang yang dapat dikatakan penerbang yang qualified, sebagian dari rencana kerja dan kebutuhan AURI dapat dipenuhi. Dengan ini pula kemajuan AURI segera dapat dikembangkan.

SKADRON  PENDIDIKAN 101 PENGEMBANG SAYAP DIRGANTARA

Lambang Skadik 101 Wingdik Terbang Lanud Adisutjipto

Gambar, bentuk/ukuran, tata warna dan motto Tunggul Skadron Pendidikan 101 berdasarkan Skep KASAU nomor : SKEP/189/XII/2000 tanggal 19 Desember 2000.

  1. Macam Tunggul Tunggul Skadik 101 terdiri atas dua sisi. Sisi sebelah kiri tercantum lambang Duaja Lanud Adisutjipto dan sisi sebelah kanan tercantum lambang Tunggul Skadik 101 (dilihat dari arah pembawa Tunggul).
  2. Bentuk/Ukuran Tunggul dan Kelengkapan Bentuk Tunggul: Empat persegi panjang Ukuran Tunggul: Panjang :   58 cm Lebar    :   42 cm Inti Lambang    :   38 cm  x  32 cm Jumbai             :   5 cm Tiang, Tinggi    :   200 cm Garis tengah  :   4 cm Mahkota tiang  :   25 cm x 10 cm, berwujud burung garuda berwarna kuning emas dengan sayap berkembang dan dibawahnya terletak lambang bola dunia Melambangkan media bergerak/bertindak sebagai penegak kedaulatan Negara di udara/dirgantara nasional. Tali (cord) Tunggul :   120 – 140 cm (warna kuning)
  3. Warna Warna Dasar : Biru tua 8 Mata Angin  :   Kuning dan Putih Lingkaran  :   Kuning Gerigi/Gear  :   Hitam Sayap   :   Kuning dan Putih Awan   :   Putih Angka   :   Hitam Jumbai  :   Kuning Emas
  4. Isi dan Arti Gambar Delapan Mata Angin : Melambangkan hasil didiknya akan menyebar ke segala penjuru tanah air sebagai elang- elang muda. Lingkaran kuning : Melambangkan kesatuan unsur   pemeliharaan dan gerigi hitam operasi Skadik 101 Awan Putih :  Melambangkan kesucian dan ketulusan dalam melaksanakan misi Angka 101 : Melambangkan legalitas Skadron Pendidikan 101 Wingdik Terbang Lanud Adisutjipto
  5. Arti Warna Biru langit : Melambangkan setiap prajurit TNI AU setia kepada Negara dan TNI AU sebagai ciri khas matranya yang menggunakan media udara dalam melaksanakan tugas

Sebagai Instansi Pendidikan Militer yang bertugas mengembangkan kemampuan dan intelgensia di bidang kedirgantaraan, Skadron Pendidikan 101 (Skadik 101) mengedepankan Visi dan Misi sebagai acuan dan motivasi dalam setiap pelaksanaan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.   Adapun Visi dan Misi Skadik 101 dapat disampaikan sebagai berikut :

VISI   Sesuai dengan tugas pokok yang diemban, Skadron Pendidikan 101 memiliki tenaga pendidik yang profesional di bidangnya dengan mengutamakan lambangja (keselamanatan terbang dan kerja) sebagai prioritas utama serta selalu mengikuti perkembangan teknologi / pengetahuan kedirgantaraan untuk menambah wawasan yang berguna dalam menunjang terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif.

MISI   Melaksanakan pendidikan terbang dan klasikal bagi Siswa Penerbang maupun profesi bagi Tenaga Pendidik dengan tidak meninggalkan Lambangja sebagai prioritas utama serta selalu mengikuti perkembangan teknologi / pengetahuan kedirgantaraan untuk menambah wawasan yang berguna dalam menunjang terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif.

Sejarah Sesuai dengan keluarnya Surat Ketetapan KSAU No. 57/47/Pen/KS/52 sejak tanggal 1 April 1954 terselenggaralah susunan dan penyatuan Sekolah/ Pendidikan AURI, dimana Sekolah Penerbang yang saat itu telah melahirkan penerbangpenerbang muda, walaupun dengan segala peralatan dan fasilitas yang serba terbatas.

Pada tahun 1958 Sekolah Penerbang Lanud Kalijati pindah ke Lanud Adisutjipto. Hal ini dilakukan dengan adanya penyempurnaan organisasi dalam tubuh AURI, sehingga Komando Pendidikanpun mengalami perubahan. Mulai tahun 1959 beberapa kesatuan pendidikan diantaranya Sekolah Penerbang digabung di dalam Wing Pendidikan No I di PAU Adisutjipto.

Adapun susunan pelaksanaan pendidikan penerbangan di Wing Pendidikan No. I ini terdiri dari : Skadron A : Melaksanakan pendidikan penerbangan dalam phase Primary Training. Skadron B : Melaksanakan pendidikan penerbangan dalam phase Basic Training

Skadron C : Melaksanakan pendidikan penerbangan dalam phase Advance Training. Skadron D : Melaksanakan pendidikan Ground School.

Dalam hal ini Skadron A mempunyai tugas untuk melaksanakan Sekolah Penerbang Tingkat Mula dengan menggunakan pesawat latih jenis L-4J / Piper Cub serta pesawat Belalang NU-85 hasil dari LAPIP Bandung. Fase ini juga merupakan seleksi bagi siswa yang dapat melanjutkan ke pendidikan selanjutnya.  Di samping itu Skadron A juga mendukung kegiatan Aero Club untuk umum.

Pesawat Piper cub dan Belalang ini merupakan karya dari Opsir Udara II Wiweko Supono dan Opsir Muda Udara II Nurtanio Pringgo Adisuryo.  Pesawat Piper Cub ini dibuat dari mesin yang diambil dari Motor Harley Davidson 2 Silinder dengan kekuatan 15 PK. Dan sebagai kelanjutan dari eksperimen mereka, pada tahun 1958 diciptakan lagi pesawat NU-85 si belalang, yang menjadi pesawat andalan untuk mendidik para siswa sekolah penerbang pada saat itu.

Pada tahun 1965 pesawat Latih L-4J/Piper Cub berakhir masa pakainya, sehingga kegiatan Skadron A dari tahun 1966-1968 vakum.  Sedangkan kegiatan Sekbang tingkat Mula dilaksanakan oleh Skadron B dengan menggunakan Pesawat latih T41D/Cessna.

Perubahan menjadi Skadron 012

Pada tahun 1968 Skadron A berubah nama menjadi Skadron 012 yang berada di bawah Wing Pendidikan I dengan Komandannya Mayor Nav Sugiyanto. Adapun kegiatan Skadron 012 ini adalah: Pendidikan Sekolah WARA Sekolah navigator memakai pesawat C-47/Dakota

Sebenarnya Pendidikan dan Pembentukan WARA telah dimulai sejak tahun 1963 yang dipusatkan di Kaliurang Yogyakarta, dimana Men/Pangau pada tanggal 2 Agustus 1963 telah melantik sebanyak 30 orang perwira WARA dengan pangkat Letnan Satu dan Letnan Dua dari berbagai jenis jurusan, sebagai WARA angkatan pertama.

Pada tahun 1971 Komandan Skadron 012 diganti oleh Mayor Nav Mardjuki, dimana kegiatannya adalah : Melaksanakan Sekolah WARA Sekolah Navigator memakai pesawat T-41 D/Cessna.

Menjadi Skadron Pendidikan 101

Pada tahun 1978 Skadron 012 kembali terjadi perubahan nama dari Skadron 012 menjadi Skadron Pendidikan 101 (Skadik 101).  Dimana Komandan Skadronnya juga mengalami pergantian yang dijabat oleh Mayor Pnb Moersabdo. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada saat itu adalah : Melaksanakan Sekolah WARA Sekolah Navigator memakai pesawat T41 D/Cessna.

Estafet Kepemimpinan Skadik 101

Pada tahun 1981, terjadi pergantian Komandan Skadik 101 dari Letkol Pnb Moersabdo digantikan oleh Mayor Pnb Purnomo Sidhi yang sebelumnya menjabat sebagai Kadis Ops Skadik 101.

Adapun tugas-tugas yang dilaksanakan Skadron Pendidikan 101 saat itu, antara lain: Melaksanakan sekolah WARA Sekolah Penerbang Tingkat Mula dengan menggunakan pesawat Latih AS-202 Bravo Sekolah Navigator memakai pesawat latih AS-202 Bravo Sekolah Instruktur Navigator Mendukung kegiatan FASI

Tahun 1985 Komandan Skadik 101 digantikan oleh Letkol Pnb Suparno Muanam. Pada saat itu terjadi perubahan tugas pokok dimana penyelenggaraan pendidikan Sekolah Wara tidak dilaksanakan lagi oleh Skadik 101.

Pada tahun 2004 sesuai dengan perkembangan lingkungan penugasan di TNI AU maka dikeluarkan Skep Kasau No : Kep/5/III/2004 tanggal 1 Maret 2004 sehingga Tugas Pokok Skadik 101 menjadi Melaksanakan Pendidikan Sekbang, Seknav, SIP dan SIN. Melaksanakan latihan profisiensi, konversiInstruktur Penerbang. Mendukung kegiatan Fasi.

Macam Tugas Sesuai Tugas Pokok Skadron Pendidikan 101, maka perincian tugas yang dapat dilaksanakan antara lain :

  1. Operasi Pendidikan

Untuk melaksanakan tugas-tugas operasi pendidikan, kegiatan yang dilakukan adalah sesuai dengan kurikulum dan silabus yang berlaku. a. Sekolah Penerbang.   Penerbangan yang dilaksanakan adalah kegiatan di darat, maneuver dasar, pattern, aerobatic, formasi, instrument dan navigasi. b. Sekolah Instruktur Penerbang.  Melaksanakan program pendidikan konversi dan instruksi, maneuver dasar, pattern, aerobatic, instrument, terbang malam, formasi dan navigasi. c. Sekolah Navigator / Instruktur Navigator.  Melaksanakan tugas Penerbangan Navigasi.

  1. Latihan Untuk memelihara profesi bagi Instruktur Penerbang maupun Teknisi, maka Skadron Pendidikan 101 melaksanakan latihan sebagai berikut : a. Penerbang. Latihan profesiensi, konversi, refreshing, test flight, dan rekategori. b. Teknisi. Profesiensi, job training, dan program pemantapan secara klasikal.
  2. Penerbangan Khusus Untuk mendukung Operasi Penerbangan Khusus, kegiatan yang dilaksanakan : a. Penerbangan VIP b. Angkutan udara terbatas c. Survey dan pemetaan d. Penerbangan lainnya sesuai instruksi dan situasi / kondisi e. Penerjunan dengan pesawat T41D / Cessna (Fasi) f. Penyebaran pamphlet.

SKADRON PENDIDIKAN 102

Visi Mewujudkan pembinaan kemampuan dan penggunaan kekuatan Skadron Pendidikan 102 dalam ranka mendukung keberhasilan tugas TNI Angkatan Udara

Misi Melaksanakan pembinaan pesonil agar memiliki kinerja optimal sesuai bidang keahlian masing-masing. Membentuk personil penerbang dan instruktur penerbang yang memiliki mental yang baik, jasmani sehat, disiplin tinggi, dan professional. Mengutamakan Lambangja dalam setiap pelaksanaan kerja.

Tugas Pokok Skadron pendidikan (Skadik) 102 bertugas membina dan menyiapkan unsur-unsur pendidikan yang berada dalam jajarannya, meliputi: Menyelengarakan operasi pendidikan sekolah penerbang (Sekbang) dan sekolah instruktur penerbang (SIP) serta menyiapan pesawat , awak pesawat prasarana termasuk tingkat ringan terhadap sista udara untuk menjamin kelangsungan kesiapan pendidikan satuan dan membina sarana pemeliharaan komponen  dan prasarana yang ada di Skadron pendidikan agar selalu siap pakai.

Wilayah dan Tanggung Jawab

  1. Bidang Operasi Melaksanakan pendidikan Sekolah Instruktur Penerbang dan pendidikan Penerbang tingkat dasar dan lanjut
  2. Bidang Pemeliharaan Melaksanakan pemeliharaan pesawat T-34C-1/Charlie dan KT-IB/Woong Bee pada tingkat ringan.

SKADRON PENDIDIKAN 104

VISI : Menghasilkan perwira penerbang, instruktur penerbang, instruktur navigator dan navigator yang memiliki mental dan pengetahuan yang baik sesuai perkembangan dan tuntutan zaman. MISI : Menyiapkan dan membekali siswa2 untuk memiliki pengetahuan yg diperlukan dalam mengikuti latihan bina terbang.

Skadron Pendidikan (Skadik) 104 merupakan salah satu Skadron Pendidikan di bawah Wing Pendidikan Terbang Lanud Adisutjipto sebagai pelaksana pendidikan bina kelas (Ground School).

Untuk menjadi penerbang tidaklah mudah dan tidak bisa seketika langsung praktek terbang, tentu harus melalui proses yang berlangsung secara bertahap. Profesi penerbang merupakan pekerjaan yang membutuhkan skiil tinggi,  sehingga oleh karena itu terlebih dahulu harus mempelajari berbagai teori yang harus dikuasai. Nah, secara umum tugas pokok Skadik 104 dalam melaksanakan pendidikan bina kelas dan praktek lapangan sebelum melaksanakan pendidikan bina terbang, maka proses transfer ilmu pengetahuan (knowledge) dari instruktur kepada siswa harus dimengerti, dipahami dan dikuasai dengan sungguh-sungguh.

Untuk mengetahui dan mengenal lebih jauh tentang seluk beluk dan apa saja yang dikerjakan oleh Skadik 104, termasuk alat peralatan apa saja yang dimiliki serta dioperasikan guna menunjang proses belajar mengajar dalam rangka mencetak calon-calon Gatutkaca pengawal dirgantara, akan dipaparkan secara lebih detail sebagai berikut :

Bina Kelas

Tugas pokok Skadik 104 adalah merencanakan, menyiapkan dan menyelenggarakan pendidikan bina kelas serta menyelenggarakan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada. Selain menyelenggarakan pendidikan bina kelas juga menyelenggarakan latihan terbang dengan simulator yaitu Frasca dan Flifhtmatic serta menyelenggarakan pendidikan praktek lapangan.

Kegiatan bina kelas dalam mendukung kegiatan Sekbang (Sekolah Penerbang), Seknav (Sekolah Navigator), SIP (Sekolah Instruktur Penerbang) dan SIN (Sekolah Instruktur Navigator) memerlukan banyak hal yang harus dipersiapkan, baik materi pelajaran, sarana dan prasarana ataupun Alin (Alat Instruksi) serta Alongins (Alat Penolong Instruksi.

Bina kelas merupakan pendidikan dasar dalam menunjang kegiatan pendidikan bina terbang, karena semua materi yang diajarkan memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pendidikan bina terbang. Sedangkan kriteria penilaian yang digunakan harus memenuhi standar pendidikan yang sesuai dengan kurikulum.

Pendidikan bina kelas ditangani langsung oleh tenaga didik dari Lanud Adisutjipto dan AAU ataupun tanaga didik dari luar lingkungan TNI AU yang berhubungan dengan materi tertentu. Tenaga didik yang dari Lanud Adisutjipto yaitu seluruh Instruktur Penerbang, Perwira Teknik atau anggota yang memiliki keterkaitan dengan teknik pesawat, ataupun perwira lainnya yang ditunjuk yang dapat mendukung pendidikan bina kelas. Sedangkan tenaga didik dari luar lingkungan TNI AU diantaranya meliput pelajaran tentang Communication Skill, Conduct of Flight, Air Law dan lain sebagainya.

Sesuai dengan kurikulum yang ada, maka berdasarkan Skep Kasau Nomor : Skep/36/IV/2002 tanggal 9 April 2002 tentang kurikulum pendidikan Sekbang Dasar Kecabangan Penerbang, maka pendidikan bina kelas untuk siswa Sekbang dari perwira lulusan AAU diselenggarakan sebanyak 444 jam pelajaran selama kurang lebih 2,5 bulan secara murni dan yang parallel dengan pendidikan bina terbang sebanyak 724 jam pelajaran selama 11,5 bulan. Sedangkan pendidikan bina kelas dari PSDP (Prajurit Sukarela Dinas Pendek) berdasarkan Skep Panglima TNI Nomor : Skep/612/ X/2001 tanggal 18 Oktober 2001 tentang kurikulum pendidikan sekolah Penerbang TNI (PSDP) sebanyak 2496 jam pelajaran secara murni selama 13 bulan dan yang paralel dengan pendidikan bina terbang 532 jam pelajaran selama 11 bulan.

Selama pendidikan bina kelas ataupun pendidikan bina terbang, siswa Sekbang diharapkan siap secara phisik maupun mental dan dapat mengikuti pendidikan secara keseluruhan dengan hasil yang memuaskan. Ataupun paling tidak memenuhi standar pendidikan Sekbang karena mereka merupakan siswa pilihan yang sudah memenuhi syarat atau standar sebagai calon penerbang yang nantinya mengawaki alat utama system senjata (alutsista) yang harganya mahal.

Selain itu, siswa Sekbang boleh dikatakan termasuk asset Negara, khususnya TNI AU yang nantinya menjadi pengawal dirgantara negaranya. Selain disiplin ilmu yang ditekuni selama dalam pendidikan, pembinaan terhadap siswa juga ditekankan pada aspek sikap mental (attitude), disiplin, motivasi dan dedikasi.

Menerbangkan pesawat di media udara membutuhkan konsentrasi yang tinggi, tentu saja karena resiko yang dihadapi sangatlah berat bahkan nyawa jadi taruhannya. Untuk itu, pendidikan bina kelas merupakan bekal awal dalam menunjang kgiatan pendidikan bina terbang sehingga siswa Sekbang harus benar-benar dapat menyerap secara keseluruhan ilmu yang diberikan.

Dunia pendidikan, termasuk di sini pendidikan penerbangan, selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), khususnya perkembangan ilpetk kedirgantaraan. Tak pelak, materi pendidikan sekbang merupakan disiplin ilmu yang niscaya berhubungan dengan teknologi. Sementara teknologi sendiri setiap saat selalu berkembang dengan pesat, sehingga tak ada pilihan bagi siswa Sekbang selain harus mampu juga mengikuti perkembangan teknologi.

Disiplin ilmu merupakan syarat mutlak yang harus selalu dikuasai dan ditumbuhkembangkan dengan mengikuti perkembangan teknologi. Disiplin ilmu inilah, Skadik 104 dalam mengimplementasikan pendidikan bina kelas dengan melaksanakan beberapa program pendidikan sebagai persyaratan baik itu, Sekbang, Seknav, SIP maupun SIN. Prpgram pendidikan bina kelas tersebut disesuaikan dengan kebijaksanaan pimpinan TNI Angkatan Udara yang dituangkan dalam syllabussylabus pendidikan.

Adapun pendidikan-pendidikan yang diselenggarakan sebagai berikut :

Kejuruan Sekbang, Seknav, SIP dan SIN. Sesuai dengan kejuruan-kejuruan pendidikan yang dituangkan dalam syilabus pendidikan, maka Skadik 104 menyelenggarakan pendidikan bina kelas untuk menunjang kegiatan bina terbang, karena semua materi yang diajarkan memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pendidikan bina terbang. Kejuruankejuruan tersebut dititikberatkan pada materi-materi ajaran tentang prosedurprosedur penerbangan yang meliputi normal prosedur ataupun emergensi prosedur. Dalam pendidikan bina kelas menggunakan metode-metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan praktek serta metode Tanya jawab, sehingga diharapkan siswa dapat mengerti, memahami dan melaksanakan tugas belajar dengan baik dan benar. Sedangkan criteria penilaian yang digunakan harus memenuhi standart pendidikan yang sesuai dengan kurikulum. Siswa dituntut mencapai standart nilai bina kelas minimal 85 %, kecuali materi pelajaran  Emergency Prosedure harus mampu memperoleh nilai 100 %.

Course Civilian Pilot (CPL). Sesuai dengan kurikulum yang ada, di lembaga pendidikan Skadik 104 selaku penyelenggara CPL Course menyiapkan segala kebutuhan baik yang menyangkut materi yang diajarkan, sarana dan prasarana ataupun tenaga pendidiknya. Dalam pelaksanaan pendidikan CPL Course diselenggarakan selama kurang lebih 2 minggu, baik teori maupun praktek. Siswa Sekbang dengan mendapatkan bekal pendidikan mematuhi prosedur-prosedur yang berlaku di dunia penerbangan sipil. CPL Course merupakan dasar awal sebagai seorang penerbang yang sudah mengantongi jam terbang kurang lebih 250 jam. Teori dan praktek yang dilaksanakan siswa di dalam rangkaian kegiatan pendidikan merupakan bekal ilmu untuk menjadi seorang penerbang.

Kursus Pengembangan Kepribadian ( Training Communication Skill) Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, maka pembekalan Kursus Pengembangan kepribadian dalam pendidikan Sekbang dan Seknav dipandang sangat penting. Kursus tersebut dilaksanakan selama satu minggu dengan alokasi waktu sebanyak 36 jam pelajaran. Pembekalan kursus pengembangan kepribadian merupakan modal dasar keterampilan berkomunikasi dalam pengembangan pribadi baik di lingkungan militer maupun masyarakat umum, dengan kata lain keterampilan ini akan memberikan nilai tambah bagi yang bersangkutan.

Metode yang digunakan oleh pengajar sangat variatif yaitu dengan ceramah, latihan, praktek dan game, sehingga sangat menarik antusias peserta kursus. Siswa peserta banyak yang menyatakan bahwa kursus ini sangat bermanfaat bukan hanya untuk sesaat tetapi lebih dari itu, setelah mengikuti kursus tersebut rasa percaya diri mereka semakin kuat, bisa tampil lebih menarik dan masih banyak manfaat lain yang diperoleh.

Dari  uraian di atas dapat disimpulkan bahwa program Kursus pengembangan Kepribadian ini sudah tepat sasaran dan sangat strategis serta berwawasan jauh ke depan. Karena mengandung harapan agar generasi penerus TNI Angkatan Udara mempunyai nilai-nilai pribadi yang positif, tanggap terhadap tuntutan masyarakat dan mampu menjadi jembatan dalam komunikasi antara TNI Angkatan Udara dengan masyarakat pada umumnya.

KIBI (Kursus Intensif Bahasa Inggris). Bahasa merupakan sarana komunikasi yang esensial di antara manusia. Sedangkan bahasa Inggris bagi siswa Sekbang dan Seknav merupakan modal dasar dalam mengarungi dunia penerbangan. Oleh karena itu, pendidikan sejenis “KIBI” yang diselenggarakan oleh Skadik 104 mempunyai peranan yang sangat penting bagi siswa Sekbang maupun Seknav dalam mengikuti rangkaian pendidikan. Penguasaan Bahasa Inggris maupun terminology penerbangan merupakan salah satu modal utama dalam kesuksesan belajar.

“Praktek Lapangan” Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Skadik 104 selain pendidikan bina kelas juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan praktek lapangan. Kegiatan praktek lapangan ini merupakan rangkaian program pendidikan untuk Sekbang dan Seknav yang sesuai dengan kurikulum pendidikan. Adapun kegiatan tersebut meliputi :

Para Dasar bagi siswa Sekbang PSDP. Berdasarkan surat keputusan Panglima TNI Nomor : Skep/612/X/2001 tanggal 18 Oktober 2001 tentang kurikulum pendidikan Sekolah Penerbang (Sekbang) TNI PSDP yang telah direvisi dari kurikulum sebelumnya, maka siswa Sekbang TNI PSDP (Perwira Sukarela Dinas Pendek) mendapat tambahan pendidikan Separadas.

Pendidikan tersebut diberlakukan sejak dikeluarkan Skep dari Panglima TNI dan Sekbang TNI PSDP Angkatan XVII merupakan angkatan yang pertama kali melaksanakan pendidikan tersebut di Lanud Sulaiman Bandung selaku penyelenggara pendidikan selama kurang lebih satu bulan. Kalender pendidikan Separadas untuk selanjutnya akan disesuaikan dengan kurikulum pendidikan bina terbang dan dikoordinasikan dengan Karbol AAU agar dapat digabung dalam pelaksanaannya, sehingga diharapkan penyelenggaraan pendidikan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektis dan efisien.

Sar dan Survival. Pangkalan TNI AU Adisutjipto selaku penyelenggara pendidikan Sekolah Penerbang dan Sekolah Navigator di dalam program pendidikannya, membekali para siswanya pengetahuan dasar survival dan praktek di lapangan sebelum melaksanakan kegiatan pendidikan bina terbang. Dengan pengetahuan dasar survival dan praktek di lapangan tersebut siswa Sekbang dituntut mampu menghadapi kondisi yang berbahaya dan beresiko tinggi agar dapat mempertahankan hidup. Karena, manusia dengan kondisi tersebut baik fisik ataupun mental akan selalu berusaha untuk mempertahankan hidup (survive)

Dengan demikian pembekalan dasar survival diharapkan para siswa sekbang mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan Satuan ataupun dalam kondisi darurat yang tidak dapat ditanggulangi oleh siapapun. Dengan survive, keselmatan terbang dan kerja akan terpelihara menuju zero accident.

Simulator TP 120 Grob dan KT 1B Woong Bee

Skadik 104 selain melaksanakan pendidikan bina kelas, juga memberikan materi pendidikan bina terbang dengan menggunakan simulator. Sedangkan pada fase ini biasanya digunakan untuk melaksanakan Aptitude test bagi calon siswa Sekbang baik dari lulusan AAU ataupun dari SMA yang akan mengikuti pendidikan Sekbang PSDP, siswa Sekbang sebelum pendidikan bina terbang dengan pesawat TP 120 Grob di Skadik 101 dan siswa Sekbang sebelum pendidikan bina terbang dengan menggunakan pesawat KT 1B Woong Bee di Skadik 102. Simulator ini sebagai Ground Equipment yang dapat digunakan latihan secara terbatas yaitu latihan Ground Operation dan Instrument Flying. Alat ini bekerja dengan system elektronik dan mekanis yang digerakkan dengan aliran listrik, digunakan sebagai pengganti pesawat terbang yang sesungguhnya. Semua gerakan pesawat dapat ditirukan oleh alat tersebut, sehingga siswa seolaholah berada di bailk kokpit pesawat dan menerbangkannya.

AERO WISATA

Selain melaksanakan tugas pokokya, Skadik 104 mendapat tugas tambahan sebagai penanggung jawab terhadap pengelolaan area “Aero Wisata”. Aero Wisata yang semula terdiri atas Camping Ground dan Kolam Ikan, setelah dilakukan pengembangan, maka saat ini terdapat beberapa fasilitas baru, antara lain :

259

  1. Paint Ball 2. Kolam Pemancingan 3. ATV 4. Kantin 5. Jogging Track 6. Kolam Bermain Anak 7. Bebek Air 8. Saung

RENCANA PENGEMBANGAN

  1. FLYING FOX 2. OUTBOUND TRAINING 3. KAYAK/KANO 4. REMOTE CONTROL (RC) MOBIL DAN BOAT.

.

SKATEK 043

Sebagai Pangkalan TNI AU yang bertugas menyelenggarakan Pendidikan Pembentukan Calon-Calon Penerbang TNI/TNI AU, Lanud Adisutjipto perlu menyiapkan satu Skadron yang bertugas menyiapkan dan memelihara kesiapan pesawat untuk melangsungkan proses pendidikan para Calon Penerbang tersebut.   Untuk itu Lanud Adisutjipto menyiapkan satu Skadron Teknik (Skatek) 043 sebagai pemegang kendali kesiapan pesawat-pesawat latih mula dan lanjut (Pesawat Charlie, Bravo, dan Woong Bee)

Oleh karena tugas Skatek 043 yang tidak ringan, maka Letkol Tek Suryanto selaku pucuk pimpinan di satuan ini selalu mengarahkan seluruh staf dan anggotanya untuk selalu siap dalam segala hal, sehingga tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu dapat dilaksanakaan dengan hasil maksimal.  Semangat kerja seluruh Anggota Skatek 043 yang senantiasa terus dimotivasi tersebut patut dibanggakan, karena setiap tugas yang diemban selalu membuahkan hasil yang tak pernah mengecewakan.

Skatek 043 adalah pelaksana pemeliharaan pesawat terbang Pangkalan TNI AU Adisutjipto yang berkedudukan langsung di bawah Komandan Pangkalan Udara Adisutjipto.  Dalam pelaksanaan tugasnya Skatek 043 mengedepankan Misi : “Mewujudkan Sumber Daya Manusia pada bidang pemeliharaan pesawat terbang yang professional, berjiwa Sapta Marga guna mendukung Visi Lanud Adisutjipto”.

Secara rinci tugas Skatek 043 dapat disampaikan sebagai berikut :

Menyusun rencana dan program pemeliharaan Alutsista yang menjadi tanggung jawabnya. Melaksanakan program pemeliharaan Alutsista. Menyelenggarakan pembinaan personel guna mengembangkan kemampuan dalam melaksanakan Haralutsista. Menyusun dan menyiapkan data kebutuhan barang-barang yang diperlukan guna mendukung kegiatan Haralutsista. Menyelenggarakan koordinasi dan kerja sama dengan satuan-satuan pelaksana Pangkalan Udara lainnya untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya. Mengajukan saran dan pertimbangan kepada Danlanud, khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

Skatek 043 mengemban tugas dan tanggun jawab sebagai berikut : Danskatek 043 adalah pelaksana Danlanud yang bertugas menyelenggarakan pembinaan penyiapan unsur-unsur satuan pesawat terbang.   Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Danskatek 043 mempunyai tugas kewajiban sebagai berikut :

Merencanakan, mengkoordinasikan pelaksanaan operasi, latihan dan pemeliharaan fasilitas guna meningkatkan kesiapan pemeliharaan satuannya. Memberikan bimbingan dan mengawasi kegiatan staf dan satuannya Mempertinggi moril, disiplin dan kerja sama dengan staf dan satuan di luar dan di dalam pangkalan untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya. Mengajukan pertimbangan dan saran kepada Danlanud mengenai hal-hal yang berhubungan dengan bidang tugasnya.

Komandan Skatek 043 dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab langsung kepada Komandan Lanud Adisutjipto.

Kegiatan Harpesbang Saktek 043 Kemampuan yang dimiliki Skadron Teknik 043 adalah sebagai berikut :

Benghar Grob TP 120-A  Melaksanakan pemeliharaan pesawat Grob 120 TP-A Benghar KT 1B Woong Bee Melaksanakan pemeliharaan pesawat KT 1B Woong Bee  Benghar Khusus Melaksanakan pemeliharaan pesawat Cessna T-41D, R-172 K dan R-172S Dasar Kemampuan

Pelaksanaan pemeliharaan pesawat terbang Skatek 043 berdasarkan Spesifikasi Kemampuan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Keselamatan Terbang dan Kerja TNI AU

Bengkel Pendukung

  1. Bengkel System Melaksanakan kegiatan pemeliharaan sampai tingkat sedang terhadap komponen Engine, Hidroulic/Pneumatic, Instrument dan Listrik untuk pesawat Grob 120 TP-A, KT-1 B Woong Bee dan Cessna. 2. Bengkel Avionic Melaksanakan kegiatan pemeliharaan, perbaikan tingkat ringan terhadap navigasi dan komunikasi pesawat Grob 120 TP-A, KT-1 B Woong Bee dan Cessna yang meliputi Functional Check, Bay Servicing dan perbaikan ringan. 3. Bengkel Bantuan Pemeliharaan Mendukung pelaksanaan kegiatan pemeliharaan pesawat yang meliputi Fabrikasi, bengkel kayu dan GSE non power. 4.Personel Pendukung Seluruh kegiatan pemeliharaan pesawat terbang di Skatek 043, memaksimalkan personel yang ada sesuai dengan kualifikasi.

Sejarah

Keberadaan Skadron Teknik 043 sebagai bagian dari TNI AU tidak dapat dipisahkan dengan berdirinya Sekolah Penerbangan yang pertama di Indonesia, tepatnya di Yogyakarta. Di tengah-tengah kemelut para pejuang yang ingin mempertahankan kemerdekaan sekaligus menata organisasi, para pemuda yang tergabung dalam TRI Jawatan Penerbangan tentu

tidak kecil peranannya.   Beberapa sosok tubuh manusia yang berjuang dengan sepenuh daya dan upayanya, dengan fasilitas dan peralatan yang sangat terbatas berusaha memperbaiki pesawatpesawat bekas yang berhasil direbut dari penjajah Belanda dan Jepang.

Atas jerih payah tersebut, pada tanggal 7 Oktober 1945 sebuah pesawat dengan tanda bendera merah putih berhasil diterbangkan oleh Bapak Adisutjipto yang pertama di atas bumi Maguwo.   Keberhasilan ini kemudian disusul yang lainnya.   Dengan tersedianya beberapa pesawat yang siap operasi dan atas usaha dalam mengejar ketertinggalan, pada tanggal 15 November 1945 telah dibuka Sekolah Penerbangan yang pertama di bumi Indonesia.

Skadron Teknik 043 adalah unit pelaksana di bawah Lanud Adisutjipto yang bertugas melaksanakan pembinaan pemeliharaan alutsista beserta komponen-komponennya dari tingkat ringan sampai tingkat sedang guna mendukung kelancaran Operasi Pendidikan Sekolah Penerbang.   Bertitik tolak dari tugas yang diemban semenjak berdirinya sekolah penerbangan yang pertama kemudian bergeser ke Andir, lalu Kalijati dan kembali ke Lanud Adisutjipto hingga saat ini, maka kesatuan kecil yang berperan melaksanakan pemeliharaan pesawat terbang saat itu adalah sebagai cikal bakal adanya Skadron Teknik 043.

Cikal Bakal Skatek 043

Peran dan pengabdian TNI AU dapat terlihat lebih jelas dalam perjuangannya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan semenjak terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat jawatan Penerbangan pada tanggal 15 Oktober 1945.   Dengan dukungan peralatan yang serba terbatas serta situasi yang belum menentu, para pemuda yang tadinya belajar pada tentara Belanda di bidang pemeliharaan pesawat terbang bergabung dalam TKR Jawatan Penerbangan dengan mencoba membangun dan memperbaiki pesawat-pesawat yang bisa dikatakan rongsokan.

Para teknisi di Pangkalan Udara Maguwo antara lain Basir, Surya, Tulus Marto Atmodjo, Tjarmo, M Jakob, Agus Rasidi, Patah, Wirasat, Sudarso, dan D Samsudin berhasil memperbaiki beberapa pesawat Cureng.   Pesawat yang tadinya ditandai lingkaran putih ditambahi merah diparuan atasnya sehingga terbentuklah lingkaran merah putih lambang Negara Republik Indonesia.

Di lain tempat Pangkalan Cibeureum, Tasikmalaya dan Panasan, para teknisi antara lain Sumarto berhasil membaiki pesawat Nishikoren dan Cukyu yang oleh Adisutjipto kemudian diterbangkan menuju Maguwo.   Dengan adanya beberapa pesawat yang telah siap terbang, pada tanggal 15 November 1945 dibuka Sekolah Penerbang yang pertama di Maguwo oleh Adisutjipto.

Jerih payah dari para teknisi tersebut ternyata tidak hanya mampu mendukung pelaksanaan Sekolah Penerbang namun juga berhasil mengukir Sejarah Pengabdian TNI AU dalam operasi pemboman di tiga kota sekaligus yakni Salatiga, Ambarawa, dan Semarang pada tanggal 29 Juli 1947 saat menjelang fajar.   Dari sinilah sebenarnya cikal bakal personil yang dalam pengembangannya menjadi Skadron Teknik 043.

Setelah Adisutjipto gugur pada tanggal 29 Juli 1947 akibat pesawatnya ditembak Belanda, kegiatan Pendidikan Sekolah Penerbang kurang terdengar ceritanya apalagi setelah datangnya serangan tentara Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 yang berakibat pesawatpesawat yang telah kita miliki sebagian besar juga ikut hancur.

Upaya untuk mendapatkan haknya sebagai Negara yang merdeka semakin mendekati kenyataan.   Pada pertengahan tahun 1949 telah dilaksanakan KMB (Konferensi Meja Bundar).   Hasil dari konferensi tersebut Pemerintah Republik Indonesia telah mendapatkan pengakuan secara sah.   Dari rentetan peristiwa tersebut Pemerintah RI telah menerima beberapa jenis pesawat terbang yang penyerahannya dilaksanakan di Lanud Kalijati. Jenis pesawatnya antara lain : SA-16A Albatros dan PBY-5 Catalina.

Guna menangani pesawat-pesawat yang telah dimiliki dan mempersiapkan pengembangannya, pada tanggal 30 September 1946 telah dibuka beberapa pendidikan diantaranya Sekolah Tehnik Udara di Madiun kemudian disusul adanya STUPA, serta mengirim beberapa pemuda keluar negeri.   Dengan pendidikan ini diharapkan para teknisi memiliki kemampuan yang handal dalam mengawaki organisasi TNI Angkatan Udara.

Sekbang di Lanud Adisutjipto

Secara berangsur-angsur mulai awal tahun 1959 Kesatuan Pendidikan 002 dikembalikan ke Maguwo / Adisutjipto dan berakhir tahun 1962 dengan Perwira Teknik Letnan Udara I Sumaryo.   dikenal sebagai Operasi Karya karena peristiwa tersebut sarana dan prasarana fasilitas serta pesawat terbang yang diperlukan termasuk personil ikut dipindahkan.

Adanya peningkatan kemampuan di bidang keuangan mulai terpikirkan untuk mengganti pesawat-pesawat tua dengan pesawat-pesawat baru yang lebih mutahir dan juga untuk menyesuaikan perkembangan teknologi.   Sebagai realisasinya tahun 1961 telah didatangkan pesawat T-34A Mentor sebagai pesawat pengganti pesawat lama untuk latih sebanyak 45 buah.

Kesatuan Pendidikan 002 dipecah menjadi 3 skadron.   Skadron A, melayani latih mula dengan pesawat l-4J Piper Cup.   Skadron B melayani latih dasar dan Skadron c melayani latih lanjut.   Sedangkan kesatuan-kesatuan dinas dalam T-4 terpisah dari Skadron tersebut yang bernaung di bawah Depolog 40 berkedudukan di Bandung dengan komandan Mayor Liem Tiang Wie.   Pada tahun 1966, TNI Angkatan Udara memulai era baru dengan menggunakan pesawat dengan mesin pancar gas (jet) yakni DH-III Vampire. Kemudian pada tahuntahun berikutnya disusul kedatangan MIG 15, 17, 19 dan seterusnya untuk mempersiapkan kemampuan para teknisi serta para lulusan Sekolah Penerbang pada kondisi itu.   Pada tahun 1965 telah datang pesawat L-29 Dolphin sebagai pengganti pesawat Harvard.

Pada tahun 1966, Perwira Pemeliharaan T-4 Mayor Liem Tiang Wie digantikan Mayor Sugeng.   Masa jabatan Mayor Sugeng tidak terlalu lama, pada tahun 1968 digantikan Mayor Suhardjito.   Pada tahun tersebut Skadron A, B, dan C diganti menjadi : Skadron Pendidikan  023 menangani sekolah Wara, Navigator dan Instruktur Navigator. Skadron Pendidikan 016 menangani Latih Mula dan Latih dasar Skadron Pendidikan 017 menangani Latih Lanjut

Bagian pemeliharaan sudah memakai nama Skadron Teknik 043 dan semua itu di bawah Komando Wing Pendidikan 001.   Kemudian mengingat usianya, pesawat L-4J tahun 1966 diganti dengan pesawat T-41D Cessna dan kemudian tahun 1981 diganti lagi dengan pesawat AS 202

Bravo untuk latih mula.   Untuk latih dasar dari pesawat lama peninggalan Belanda diganti dengan T-34 A Mentor.   Dan pada tahun 1978 diganti lagi dengan T-34C-1 Charlie bermesin Turboprop.

Untuk pesawat latih lanjut, dari AT16 Harvard diganti dengan L-29 pada tahun 1965.   Tahun 1980 diperbaharui dengan HS Hawk MK-53 buatan Inggris.   Pemeliharaan di bawah Skadron Teknik 043 tidak terlalu lama, karena pertimbangan kemampuan pesawat di samping memiliki kemampuan latih juga memiliki kemampuan operasi, maka tahun 1986 HS Hawk dipindah ke Lanud iswahyudi di bawah Skadron 15 Madiun.

SDM Di Skatek 043

Skatek 043 dituntut kesiapannya dalam rangka mendukung suatu kesiapan operasional penerbangan agar setiap saat pesawat dalam keadaan siap terbang.   Selain itu Skatek 043 juga melaksanakan pemeliharaan pesawat Chalie, Bravo, dan Cessna dimana pesawat tersebut dipergunakan untuk training para penerbang.   Untuk itu Skatek 043 mempunyai 3 hanggar/ bengkel ditambah 1 hanggar/bengkel untuk bantuan pemeliharaan GSE maupun ranmor dengan personil yang cukup banyak dan dituntut kemampuan (skill) dan profesionalisme dalam bidang pekerjaannya masing-masing.

Untuk mendukung kelancaran dalam kegiatan pemeliharaan tersebut maka masing-masing bengkel melaksanakan pembagian tugas kepada para anggotanya agar tercipta kelancaran dan ketertiban dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan.    Adapun kemampuan sumber daya manusia di Skatek 043 adalah sebagai berikut :

Bengkel Grob

Dua orang dari Perwira untuk Juru Montir Udara dan 1 orang Bintara merangkap inspector Tujuh orang bintara untuk inspector, terdiri dari 4 plug yaitu plug Listrik, Hydraulic, Avionic TUT dan TB

Bengkel KT 1B Woong Bee

Tiga orang dari Perwira untuk Juru Montir Udara dan 3 orang bintara merangkap inspector Delapan orang inspector,  terdiri dari 5 plug yaitu listment, Hidraulic, Avionic, Team Trouble, TUT dan TB

Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kinerja suatu pekerjaan dan peningkatan profesionalisme kerja, sehingga terciptanya suatu tenaga-tenaga ahli yang dapat diandalkan.   Adapun pendidikanpendidikan tersebut berupa pendidikan formal dan nonformal yang diperuntukkan bagi anggota Skatek 043 itu sendiri.

Pendidikan Formal

meliputi Seskoau, Sekkau, Setukpa, Setukba, Susbamenjur /  D2, Suspa Avionic, Susjurlata, Gumil, KIBI, dan Dikinspector Kelaikan Udara. Dikkualsus Inspector meliputi pendidikan Inspector Motor, Inspector Rangka, dan Inspector Lisment

Pendidikan Non Formal

Dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota dalam bidang pemeliharaan pesawat terbang, direncanakan adanya pembekalan awal bagi anggota baru baik perwira, bintara maupun tamtama. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga inspector pesawat Grob dab Woong Bee akan diadakan pendidikan calon inspector.   Calon siswa diambil dari mekanik yang sudah memenuhi persyaratan untuk itu. Melaksanakan up grading untuk meningkatkan dan memantapkan personil pemeliharaan.   Personil yang akan di up grade adalah Tamtama yang baru masuk Skatek 043.   Di samping itu program OJT (On Job Training) untuk Perwira Remaja, sampai ada penetapan lebih lanjut. Mengadakan penyegaran dan uji ulang untuk Ground handling pesawat dan GSE bagi para mekanik yang berhak, pendidikan uji ulang meliputi :

Ground Run pesawat Grob 120 TP-A, KT 1B Woong Bee dan R-172K Taxy untuk pesawat Grob 120 TP-A, KT 1B Woong Bee  dan R-172K Marshaling Towing Pesawat

Kemampuan Skatek 043

Dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan untuk menciptakan sebuah pesawat yang selalu siap terbang, maka Skatek 043 harus mempunyai kemampuan-kemampuan yang lebih, adapun kemampuan yang dimiliki Skatek 043 adalah sebagai berikut :

Pemeliharaan Tingkat Sedang (terjadwal) Bengkel Grob 120 TP-A Periodic Inspection (PI) 50, PI-100 dan HIS Ganti Komponen Bengkel AS 202/ 18A Bravo Periodic Inspection (PI) 100 dan IIE Ganti Komponen Bengkel Khusus/ T-41D, R-172K PI-50 dan PI-100 Ganti Engine dan Propeller Ganti Komponen lainnya Bengkel Avionic Pemeriksaan & Pemeliharaan Komponen Avionic antara lain : ADF, VHF, RMI Modifikasi Battery, emergency Locator Transmitter (ELT) Bengkel System Pemeriksaan komponen pesawat terbang antara lain Fuel Nozzle, Bleed Valve dll Perbaikan komponen sampai dengan tingkat sedang Functional Check terhadap komponen tertentu antara lain Altimeter, RPM Indicator dll Bengkel Banhar Structure repair sampai dengan tingkat sedang Pengelasan, pengecatan dan perbaikan GSE Pemeliharaan Tingkat Sedang (Tidak Terjadwal) Perbaikan sampai dengan tingkat sedang Trouble yang berkaitan dengan ganti komponen Trouble shooting yang tidak dapat dikerjakan di Skadik

Tuntutan Kualitas dan Kambangja

Kambangja adalah usaha untuk memberi bekal pengertian tentang keamanan terbang dan kerja dengan tujuan untuk mencapai keselamatan dalam penyelenggaraan operasional penerbangan, serta dalam kegiatan pemeliharaan alutsista.   Garis besarnya adalah usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat-akibat buruk yang terjadi.

Pelaksanaan kambangja di Skatek 043 sendiri meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini : Disiplin kerja Disiplin kerja di Skatek 043 yaitu bagian dari kambangja (keamanan terbang dan kerja).   Ketentuan ini berlaku baik di pesawat terbang, tempat untuk kerja dan juga disiplin kerja dari para personil.   Disiplin kerja di pesawat yaitu penanganan dalam pemasangan komponen, sebab bila cara pemasangan tidak tepat akan menimbulkan kerusakan. Personil haruslah disiplin dalam segala hal, setiap selesai mengerjakan pesawat kita mengembalikan peralatan yang dipakai ke tools book.   Juga melakukan pembersihan di tempat kerja.   Akibat dari kecerobohan dan kelalaian personil akan menghasilkan pekerjaan yang tepat dan baik, cepat selesai sehingga tidak akan terjadi perubahan-perubahan jadwal yang telah ditentukan.

Selain itu seorang personil harus mempunyai apa yang disebut Airmanship. Airmanship adalah suatu sikap mental dan kemampuan yang mendasari perilaku awak pesawat di TNI AU dalam menjalankan tugas-tugas operasi yang wajib dipahami dan dikuasai secara lengkap.

Ada 3 aspek yang membentuk Airmanship yaitu : Aspek Pengetahuan (Knowledge) Aspek Keterampilan (Technical Skill) Aspek Sikap (Attitude)

Pemeliharaan tempat kerja

Agar tempat kerja dapat digunakan secara continue (terus menerus), tempat kerja harus mendapatkan pemeliharaan yang cukup baik.   Dalam hal ini tempat kerja di bengkel pesawat terbang yang merupakan bagian dari kelangsungan usia pesawat. Yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tempat kerja adalah : Kebutuhan alat-alat kerja yang lengkap Kebersihan lingkungan tempat kerja untuk menghindari KOBA (Kerusakan Oleh Benda Asing) serta terciptanya lingkungan kerja yang sehat dengan melaksanakan pembersihan terjadwal/setiap hari.

Pemeliharaan tempat kerja Agar tempat kerja dapat digunakan secara continue (terus menerus), tempat kerja harus mendapatkan pemeliharaan yang cukup baik.   Dalam hal ini tempat kerja di bengkel pesawat terbang yang merupakan bagian dari kelangsungan usia pesawat. Yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tempat kerja adalah : Kebutuhan alat-alat kerja yang lengkap Kebersihan lingkungan tempat kerja untuk menghindari KOBA (Kerusakan Oleh Benda Asing) serta terciptanya lingkungan kerja yang sehat dengan melaksanakan pembersihan terjadwal/setiap hari.