Pengunjung Website
Hari Ini: 5,746
Minggu Ini: 237,671
Bulan Ini: 5,743
|
Jumlah Pengunjung: 13,404,596

LANUD HUSEIN SASTRANEGARA

Kolonel Pnb Alfian, S.E.

Komandan Lanud Husein Sastranegara

Kolonel Pnb Alfian, S.E., lahir di Medan, tanggal 24 Oktober 1976, lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 1998. Diwisuda (Wing day) sebagai Penerbang Tahun 2000. Sekkau pada tahun 2009, kemudian Seskoau pada tahun 2012, dan Sesko TNI pada tahun 2023. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Kasau Nomor Kep/9-PKS/IV/2024 tanggal 23 April 2024 tentang Pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI AU, pada tanggal 23 April 2024 dilantik menjadi Danlanud Husein Sastranegara sampai dengan sekarang.

Tugas Pokok dan Fungsi

Pangkalan TNI Angkatan Udara Husein Sastranegara adalah pangkalan udara bertipe “B” dan merupakan salah satu satuan Komando Operasi Udara I yang berkedudukan di bawah Pangkoopsud I. Mempunyai tugas pokok untuk menyiapkan dan melaksanakan pembinaan dan pengoperasian seluruh satuan dalam jajarannya, pembinaan potensi dirgantara serta menyelenggarakan dukungan operasi bagi satuan lainnya.

Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Lanud Husein Sastranegara menyeleng garakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

  1. Menyelenggarakan pembinaan dan menyiapkan satuan dalam jajarannya.
  2. Mengumpulkan dan merekam data guna penyempumaan taktik/teknik operasi dan latihan.
  3. Melaksanakan pembekalan dan pengadaan materiil bagi satuan jajarannya.
  4. Menyelenggarakan pemeliharaan Alutsista sampai dengan tingkat sedang.
  5. Menyelenggarakan pembinaan potensi dirgantara.
  6. Menyelenggarakan pemeliharaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung yang menjadi tanggungjawabnya.
  7. Mengadakan koordinasi dengan badan-badan dan instansi yang berhubungan dengan bidang tugasnya.

V i s i

Berangkat dari fungsi dan peran TNI Angkatan Udara dalam mengemban tugas untuk menjaga kedaulatan negara di/dan melalui udara, tentu tidak terlepas dari peran Pangkalan TNI Angkatan udara sebagai ujung tombak TNI Angkatan Udara. Dengan demikian perlu adanya visi Lanud Husein Sastranegara dalam upaya memberikan dukungan terhadap tugas pokok TNI Angkatan Udara sebagai berikut :

  1. Perlunya para personel untuk selalu bersikap dan bertindak sesuai aturan yang berlaku, disiplin dan bermoral baik guna mewujudkan sosok prajurit yang profesional dan berdedikasi.
  2. Memiliki kesungguhan dan semangat untuk bekerja disertai keuletan dalam menghadapi tugas yang diberikan dengan tanpa didorong orang lain sehingga mampu melaksanakan tugas secara maksimal.
  3. Bersikap kreatif guna meningkatkan prestasi dengan bekerja sama yang baik dengan semua pihak
  4. Bersedia menerima atau mendengar pendapat orang lain serta bersedia secara ikhlas untuk dikoreksi terhadap segala kekurangannya

M i s i

Sejalan dengan tugas pokok Lanud Husein Sastranegara dalam menyiapkan, melaksanakan pembinaan dan pengoperasian seluruh satuan dalam jajarannya, pembinaan potensi dirgantara serta menyelenggarakan dukungan operasi bagi satuan lainnya, maka selaku ujung tombak TNI Angkatan Udara, pembinaan bagi pelaksana organisasi untuk merespon tuntutan profesionalisme terus diupayakan, sehingga mampu membuka hatinya untuk secara sadar mengerti dan memahami serta diharapkan pula mau mengaplikasikan di lapangan guna menyongsong tugas TNI Angkatan Udara ke depan yang tidak ringan serta dalam kondisi “Zero Accident” yang kita dambakan dan wujudkan.

Penguasa Hindia Belandapada tahun 1917 membangun stasiun radio di daerah Rancaekek Bandung, Jawa Barat. Mulai tahun 1918 pemerintah Hindia Belanda membangun lapangan terbang cipagalo, Sukamiskin dan juga masih di wilayah Bandung. Membuatnya hanya meratakan tanah dan diperkeras. Peresmian penggunaan lapangan terbanf pada tahun 1920, ditandai dengan penerbangan sebuah pesawat Rancai. Terbangnya hanya beberapa menit setinggi 50 m.

Berhubungan dengan keadaan tanah becek tidak dapat diperkeras dengan sempurna, maka Belanda membuat landasan baru lagi di daerah Cicukang Desa Cibeureum yang kemudian terkenal dengan sebutan lapangan Terbang Andir, karena tempatnya di daerah Andir pula. Kemudian lapangan terbang ini digunakan untuk kepentingan Angkatan Udara Belanda (Luchvaart Afdeling).

Lapangan terbang di bangun pada tahun 1921, di tanah seluas 45 hektar, semua milik rakyat yang dibeli oleh Pemerintah Hindia Belanda . Pembangunannya masih sangat sederhana, hanya dratkan dan diperkeras tanpa dilapisi aspal. Kemudian peralatan lapangan terbang yang ada di Sukamiskin berangsur-angsur dipindahkan ke Andir. Seiring itu dibangun fasilitas pendukungnya. Beberapa bangunan pendukung saat iitu sekarang tinggal bekasnya satu diantara kini menjadi hanggar Wing Materiil 10 yang menghadap ke utara. Garasi yang dipakai untuk sarban. Kantin Perwira Belanda sekarang dipakai untuk ruang pemotretan. Kantor pos dan gudang panjang bekasnya kini tempat di bellakang tower. Bangunan Stap Komando zaman dahulu sekarang digunakan untuk Senkom.

Pada waktu dibangun bekas lapangan terbang Andir sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibeureum sebelah Timur berbatasan dengan sungai cilimus, sebelah utara Cibogo, sebelah Selatan rel kereta apidaerah Maleber. Beberapa pesawat pertama yang mendarat di lapangan Terbang Andir zaman itu diantaranya Avro . Glenmartin, Jeger dankoelhoven.

Penyerahan Lapangan Terbang Andir.

Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Republik Indonesia sebelum penyerahan kedaulatan diadakan Konfermasi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan pada tanggal 2 Nopember 1949 di Ridderzaal di kota Gravensande Belanda telah dicapai kesepakatan prinsif mengenai peraturan-peraturan Angkatan Udara di Indonesia yang ada di bawah komando Belanda, setelah peresmian pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia Serikat.

Ternyata dalam waktu yang hanya enam bulan, pihak AURI benar-benar menunjukkan kesanggupan serta kemampuannya dalam merealisasikan tugas negara. Setelah berlangsungnya pengakuan Kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlangsung pula serah terima pangakalan-pangkalan udara secara berangsur-angsur. PAU Andir merupakan yang pertama diserahterimakan dar Belanda ke pihak AURI, yakni pada tanggal 20 Januari 1950. Hanya saja, serah terima tersebut hanya berlaku bagi PAU Andir sebelah utara. Sedangkan PAU Andir sebelah selatan baru diserahterimakan pada tanggal 12 Juni 1950.

Setelah itu disusul secara berturut-turut penyerahan pangkalan-pangkalan udara yang ada di daerah lain, yakni PAU Padang (1 Maret 1950 ), PAU/Datasemen Angkatan Udara Banjarmasin (15 Maret 1950). PAU Semplak Bogor (20 Maret 1950), PAU Seamarang (23 Maret 1950), PAU Singosari Malang (17 April 1950), PAU Medan dan 121-ste Skuadron Pemburu (18 April 1950), PAU Palembang (12 April 1950), PAU Kupang NTT (6 Me 1950), PAU Morotai Maluku (10 Mei 1950), PAU Makasar (2 Juni 1950), PAU Cililitan serta 20-ste Skadron Angkatan Udara dan 10-de Skuadron Pelempar Bom (20 Juni 1950).

Selain itu, diserahkan juga Hoofdwartier Militaire Luchtvaar dari Jenderal myoor Van der EEM kepada Komodor Udara Suryadarma pada tanggal 27 Juni 1950.

Serah terima Pangkalan Andir sendiri sudah berlangsung pada Maret 1950. Namun masih bersipat terbatas, terutama yang diserahkan adalah lapangan sebelah utara, meliputi faslitas penerbangan, termasuk hanggar tiga pesawt C-47 Dakota, tiga pesawat latih Harvard dan tujuh pesawat Piper Cub (Capung ) Sedangkan serah terma keseluruhan Pangkalan Udara Andir kepada pihak AURI baru dlakukan tiga bulan kemudian yakni pada tanggal 12 Juni 1950. Serah terima dilakukan Mayor EJ Van Kappen mewakili pemerintahan kerajaan.Belanda dan dari pihak AURI diwakili Mayor Udara Wiwiko Soepono yang menjabat sebagai Ketua Sub Panitia Penerimaan Materal dan Personel dari ML Belanda sekaligus wakil AURI>

PERJUANGAN HUSEIN SASTRANEGARA

Husein Sastranegara adalah salah seorang di antara tokokh-tokoh yang ikut serta mengabdi kan dirinya dalam pembinaan perjuangan bersenjata pada masa-masa revolusi fisik, khususmya dibidang pertahanan udara. Disayangkan sekali bahwa semangat pengabdian dan kesediaan berkorban sebagai patriot Tanah Air tidak bisa dilaksanakan lebih lama. Almarhum hanya dapat menyumbangkan tenaganya bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam waktu setahun lebih sedikit dan hanya dalam waktu lima bulan sajasetelah Angkatan Udara RI resmi didrkan. Meskipun kesempatan untuk berbakti kepada tanah air yang dcintainya begitu pendek, tidaklah menghilangkan sama sekali nilai-nilai jasa perjuangannya, terutama dalam masa-masa berkecamuknya perjuangan fisik mati-matian menghadapi agres Belanda.

Semasa hidupnya Husein Sastranegara telah memberikan teladan yang tak ternilai kepada generasi penerus, baik dibidang kejuangan, kemauan yang keras dalam menggapai cta-cita, maupun tekadnya yang kuat untuk mengetahui dan menguasai teknologi penerbangan pada masanya. Kekerasan kemauan dan tekadnya serta kerelaan berkorban dem perjuangan telah tercermin dalam dri Husein Sastranegara. Pandangan-pandangannya yang jauh kedepan ikut meletakan pondasi yang penting bagi pembangunan TNI Angkatan Udara, yang kelak menjadi pancangan kaki yang kokoh bagi pengembangan suatu kekuatan Angkatan Udara yang modern d kemudian hari. Siapa sebenarnya Husein Sastranegra.

Anak Pangreh Peraja.

Dilihat dari latar belakang keluarga, Husein Sastranegara adalah keturunan ningrat Priangan dan golongan menengah Bumputera. Baik dari pihak ayah maupun ibu, darah biru mengalir dalam diri Husein Sasatranegara dan 13 saudaranya yang lain. Ayah Husein, Rd. Demang Ishak Sastranegara adalah seorang Pangreh peraja (Demang) jaman Belanda dan pernah menjabat sebagai wdana Ujung berung Pejabat bupati di Tasik malaya selama 17 bulan dan patih Tasikmalaya. Sang ayah adalah putera tunggal Rd. Askad Sastranegara, seorang Onder Collecteur Pensiun Sumedang. Sdangkan ibunya Rd Katjh Lasminngroem, putri Rd. Wiranata, Onder Collecteur Pensiun Cicalengka. Mereka menikah di Kadungora Garut pada tanggal 16 Oktober 1907.

Beberapa catatan sejarah memang mencatat tempat dan tanggal kelahran Husen Sastranegara berbeda-beda. Namun berdasarkan catatan Yayasan Wangi Demang Sastranegara disebutkan bahwa Husen Sastranegara dilahirkan di Cilaku Cianjur pada tanggal 20 Januari 1919, sebagai anak kedelapan dari 14 bersaudara. Kondis lingkungan keluarga dan jamannya, terutama dengan status pekerjaan orang tua pejabat di lingkungan pemerintahan Hindia Belanda, memberi pengaruh kuat pada cara pandang dan gaya hidup pemuda Husen. Sudah menjadi sesuatu yang umum pada saat itu anak-anak dari keluarga kelas menengah Bumiputera menjadikan gaya hdup berat sebagai sesuatu yang ideal.

Cara pandang dan gaya hidup seperti itu tidak selalu berdampak buruk justru memberi manfaat fostif pada diri Husen . Misalnya ia sama sekali tidak dhinggapi peraan rendah dri (inferiority complex) yang biasanya menjadi persoalan tersendiri bag warga pribumi, terutama jika berhadapan dengan orang-orang Belanda. Bahkan sisi postif lannya adalah terebentuknya sosok pemuda Husen dengan cta-cita dan angan-angan yang sangat tinggi. Menurut keterangan istri Husein Ny. Koriyati Mangkuratmaja cta-cita Husen adalah ingin menjadi seorang perwira.

Mula-mula Husein sekolah di Europese Legere School (ELS) di Bandung. Ini tentunya setingat sekolah Dasar (SD) di jaman sekarang. Setelah itu Husein melanjutkan ke Hoger Burger School (HBS) di Bandung , tapi kemudian pindah ke HBS KW DRI di Jakarta . Begitu lulus HBS tahun 1939 Husen menjadi mahasiswa di Technische Hoge School (THS) di Bandung (sekarang ITB).

Pecahnya perang Dunia II pada tahun 1939 berdampak langsung pada nasib sekolah dan perjalanan hidup Husein. Belanda menduduki Jerman. Menyadari posisinya itulah pemerintah Hindia Belanda menerapkan siasat menarik Simpati rakyat Indonesia dengan memberi kelonggaran kepada pemuda Indonesia mencoba karir hidupnya di bidang penerbangan militer. Kesempatan tersebut ditanggapi sebagai peluang besar yang menjikan oleh Husein. Tanparagu husein pun mengambil keputusan meninggalkan bangku kuliahnya dan mendaftarkan dir ke sekolah Militare Luchvaart School atau disebut juga Luchtvaart di Kalijati Subang pada tahun 1939. Husein termasuk salah satu dari 10 orang pemuda pribumi yang diterima untuk mengukuti pendidikan perwira penerbang.

Pada tahun itu sebenarnya ada peristiwa sejarah penting yang digabungkan Sekolah Penerbang yang berlokasi di Kalijati Subang dengan Sekolah Pengintai di Lapangan Andir Bandung, Dari 10 orang sswa yang masuk. Hanya lima orang yang berhasil mendapat brevet penerbang , yakni Husein Sastranegara, Ignatius Adisutjipto , Sambodja Hurip, Sulistiyo dan Sujono. Kelima orang siswa penerbang yang lulus tersebut kelak menjadi perintis dalam dunia penerbangan d tanah air. Penddikan bagi angkatan pertama itu berakhir tahun 1940.

Sayangnya Husein Sastranegara gagal meneruskan pendidikan penerbang lanutannyad Bandung. Bersama dengan dua orang rekannya, yakni Sujono dan Sulstyo, Husein hanya mendapat KMB (Kleine Militaire Brevet) atau lisensi menerbangkan pesawat – pesawat bermesin tunggal. Sedangkan yang mendapatkan GMB (Groote Militaire Brevet ) hanya Agustnus Adsutjipto dan Sambudjo Hurip.

Mengawali Karir Sebagai Inspektur Polisi

Karena kurangnya syarat tersebut maka rencana semula untuk memasuki Sekolah penerbang Darurat di Bandung manjadi terhalang. Kegagalan tersebut menyebabkan Husein ganti haluan dan pada tahun 1941 memasuki pendidikan Sekolah Inspektur Polisi di Sukabumi, Sementara itu Jepang telah ikut mengambil bagian dalam Perang Dunia yang mulai mengadakan ekspansi-ekspansi ke Asia Tenggara dan akhirnya bisa menduduki Indonesia. Setelah kurang lebih dua tahun mengikuti pendidikan Inspektur Polisi (Keibuhoo) dan mengingat kebutuhan Jepang pada saat tu, meski belum lulus Husein langsung diangkat menjadi Inspektur Polisi di Sukabumi.

Husein kemudian di pindahkan menjadi Kepala Polisi di Sukanagara Cianjur dan menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, Husein dipndahkan lagi sebagai pejuang dan kusuma bangsa dimulai dalam pengabdiannya sebagai pejuang dan kusuma bangsa dimuali dari jalur kepolisian. Menyerahnya bala tentara Jepang kepada Sekutu yang kemudian disusul dengan pergolakan revolusi fisk. Menjadikan husein harus menggabungkan diri dengan Barisan keamanan Rakyat (BKR) di Bogor dan menjabat sebagai salah satu komandan pada devisi yang dibentuk oleh Didi Kartasasmita. Tetapi pertentangan yang terjadi antara dirinya dengan atasannya menyebabkan Husein mengundurkan dr darai kesatuan tersebut dan memasuki kesatuan BKR Bandung bagian Resmen Kuda yang belum diorganisir. Perjalanan hidupnya tanpaknya menggariskan Husein harus kembali ke jalur penerbangan. Sekitar bulan September-Oktober 1945 Husein dipanggil oleh Suryadi Suryadarma (KSAU) yang waktu itu sebagai pimpinan BKR Penerbangan. Panggilan itu berkaitan dengan kebutuhan mengurus Lapangan Udara Andir (sekarang Lanud Husein Sastranegara) yang baru saja berhasil direbut para pejuang RI. Husein dipercaya untuk mengurus Lapangan Udara Andir.

Hijrah ke Yogyakarta

Sayangnya, tugas itu belum sempat dilaksanakan Husein. Pasalnya, baru saja Husen melapor Suryadarma, beredar kabar bahwa Lapangan Udara Andir dapat dikuasai kembali oleh tentara Jepang dan pimpinan dambil alh oleh Inggris melalui Jepang. Tidak saja Lapangan Udara Andir, Bandung pun harus ditinggalkan para pejuang RI, termasuk Husein di dalamnya, Husein pun kemudian ikut hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta dan turut bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bagian penerbangan.

Di Yogyakarta inilah mulai disusun dan dibina pertahanan kekuatan udara. Pada waktu itu tenaga penerbang dirasakan sangat dibutuhkan. Ketika sekolah penerbangan pertama kali dibuka, Husein termasuk salah seorang dari siswanya. Mereka berasal dari berbagai pendidikan mulai dari pemilik brevet sampai kepada mereka yang belum pernah terbang sama sekali. Mereka bermodal tekad yang saaaama, berusaha untuk ikut serta menjadi pejuang dalam memperkuat pertahanan tanah air tercnta. Pada tanggal 9 April 1946 TKR bagian Penerbanagan statusnya diubah menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang berdiri sendiri. Seetelah selesai mengikuti pendidikan Sekolah Penerbangan Lanjutan di Yogyakarta, Husen langsung diangkat sebagai instruktur di sekolah penerbangan tersebut merangkap sebagai perwira operasi AURI.

Pada periode tahun 1945-1946 AURI masih sibuk dengan “penerbitan” materiil yang berupa pesawat-pesawat rongsokan peninggalan Jepang dan belum melakukan operasi-operasi yang bersifat ofensif penyerangan. Konsolidasi ke dalam dilakukan dengan mengadakan hubungan-hubungan udara melalui pangkalan-pangkalan yang masih dikuasa RI. Dalam hubungan inilah Husein sangat akatif dalam menerbangkan dan mencoba pesawat-pesawat rongsokan peninggalan Jepang sperti Curen (sering disebut juga dengan cureng) Cukiu dan pembom Hayabusha Diponegoro-1

Pada tanggal 21 Mei 1946 Husein telah mengadakan penerbangan formasi dari Lapangan Udara Maguwo di Yogyakarta ke lapangan Udara Gorda di Serang. Pada tanggal 10 Juni 1946 penerbangan formasi lima buah pesawat Curen dari Yogyakarta ke Cibeureum Tasikmalaya dalam rangka peresmian pembukaan lapangan terbang tersebut. Juga penerbangan lebih jauh ke Barat dilakukan pada tanggal 23 Juli 1946 sampai ke lapangan Gorda di Banten (Serang) Dengan pesawat pembom Diponegoro 1 Husein pernah pula terbang dari Maguwo Yogyakarata ke Maospati dan bahkan pada tanggal 13 September 1946, Husein masih menerbangkan pesawat Curen untuk menaburkan bunga dalam upacara pemakaman Tarsono Rujito di Salatiga.

Gugur Saat Test Flight.

Takdir Tuhan Yang Maha Esa telah digariskan bagi Husein. Belum juga tahun 1946 berakhir, Husein telah dipanggil menghadap-Nya. Waktu itu tanggal 26 September 1946 dan pangkat terakhirnya sebagai Mayor Udara. Suatu isyarat jelek rupanya telah memberi alamat pada kakak tertuanya lewat suatu mimpi. Dalam mimpi tersebut Husein dengan salah seorang saudara laki-lakinya yakni Rd. Ibrahim Sastranegara, terapung-apung hanyut di tengah-tengah gelombang lautan yang deras. Ternyata kemudian memang dua orang putra Rd. Ishak Sastranegara ini gugur dalam perjuangan bangsanya..

Pada akhir September 1946 Husein mendapatkan tugas melakukan test fight (uji terbang) sebuah pesawat Cukiu d atas kota Yogyakarta. Pesawat rongsokan peninggalan tentara Jepang itu rencananya akan digunakan untuk mengangkut Perdana Menterei RI Sutan Syahril menuju Malang. Test flight saat ini memang harus dilakukan dan membutuhkan kesiapan jiwa raga para penerbangnya karena pesawat-pesawat peninggalan Jepang tersebut sebetulnya masuk kualifikasi tidak layak terbang. Nyatanya pesawat Cukiu yang diterbangkan Husen mengalami kerusakan mesin hingga jatuh terbakar di atas Gowongan Lor Yogyakarta sekaligus menewaskan Husein bersama juru teknik Rukidi. Husein meninggalkan seorang istri Ny. Koriyati Mangkuratmaja dengan tiga putera yang masih balita.

Sebagai penghargaan negara atas jasa-jasa Husein mengabdikan diri kepada tanah air, maka pangkatnya dinaikan dari Mayor Udara menjadi (Anumerta) Komodor Udara sederajat Kolonel Udara sekarang. Selain itu, jabatan terakhir Husein adalah sebagai instruktur di Sekolah Penerbangan Yogyakarta merangkap Perwira Operasi AURI. Berkat jasa-jasanya, Husein mendapat sejumlah anugrah tanda jasa dari pemerintah seperti Bintang Garuda, Bintang Satyalencana Perang Kemerdekaan RI, Piagam Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI Tahun 1957.

Tepat 13 hari sebelum meninggal dunia, pada tanggal 13 September 1946 Husein mengemudiakan pesawat Curen menabur bunga dalam rangka upacara pemakaman Penrbang Tarsono Rujito di Salatiga.

Selain itu, berkat jasa-jasa dan nilai-nilai kepahlawanan yang telah diabadikannya kepada bangsa dan negara, nama Husen Sastranegara diabadikan untuk mengganti Pangkalan Udara Andir sejak tanggal 17 Agustus 1952 berdasarkan Keputusan Kasau No. 76 Tahun 1952. Husein dianggap sebagai salah seorang pejuang dan perintis yang telah meletakan dasar-dasar pembangunan di bidang penerbangan nasional. Husein gugur sebagai pahlawan dalam usia yang relatif masih muda yakn 27 tahun dan jasadnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta.

DANLANUD DARI MASA KE MASA

  1. LU-I S. ADI SAPUTRO (1949-1949)
  2. KAPTEN UDARA NOOR SAID (1950-1950)
  3. KOLONEL UDARA SURJONO (1950-1951)
  4. LAKSDA UDARA WIRIADINATA (1952-1962)
  5. LETKOL UDARA SUNARTO D (1962-1962)
  6. LAKSDA UDARA WIRIADINATA (1962-1964)
  7. MAYOR UDARA ASHADI CAHYADI (1964-1966)
  8. LETKOL UDARA SOMPIL BASUKI (1966-1966)
  9. KOLONEL UDARA SUPARJO P (1966-1970)
  10. KOLONEL PNB IMAM S. (1970-1973)
  11. KOLONEL PNB LOELY W. (1973-1975)
  12. KOLONEL PNB SOBIRIN M. (1975-1978)
  13. KOLONEL PNB M. DIRAN (1978-1981)
  14. KOLONEL PNB IC BINUKO (1981-1983)
  15. KOLONEL PNB GARJITO B. (1983-1984)
  16. KOLONEL PNB CASPAR B.W (1984-1986)
  17. KOLONEL PNB SUGIARTO  (1986-1987)
  18. KOLONEL PNB PURNOMO S. (1987-1990)
  19. KOLONEL DJATMIKO (1991-1992)
  20. KOLONEL PNB RONGGO S. (1992-1994)
  21. KOLONEL PNB GAHARUDIN G . (1994-1996)
  22. MARSMA TNI EKO EDI S. (1996-1998)
  23. KOLONEL PNB ADITYAWARMAN (1998-2000)
  24. KOLONEL PNB SRU ANDREAS A. (2000-2003)
  25. KOLONEL PNB MZ. DJAMHARI (2003-2005)
  26. KOLONEL PNB DWI DJATMIKO SB. (2005-2007)
  27. KOLONEL PNB YADI HUSYADI (2007-2008)
  28. KOLONEL PNB IMAN SUDRAJAT (2008-2010)
  29. KOLONEL PNB A. ADANG SUPRIYADI (2010-2011)
  30. KOLONEL PNB UMAR SUGENG H., SIP., SE.,MM.(2011-2012)
  31. KOLONEL PNB SRI PULUNG D., SE MMgt Stud (2012-2013)
  32. KOLONEL PNB I NYOMAN TRISANTOSA, S.IP.,M.Tr(Han) (2013-2014)
  33. KOLONEL PNB ARDHI TJAHJOKO (2014-2016)
  34. KOLONEL PNB Y. ADITYA PERMANA